Sabtu, 03 Desember 2016

FEELINGS (PART 2): DAY AFTER DAY

Karin tertunduk. Ia menghapus sebagian air matanya. Ia merasa tak melakukkan apapun. Ini fitnah. Pria itu memfitnahnya. Aku tak bersalah… aku tak bersalah… batin Karin dalam hati. Ia melongok ke belakang. Keadaan begitu gelap. Dahulu, ia tinggal di Tokyo, tapi sekarang ia tinggal di sebuah kota kecil yang terbilang sepi dan rawan kejahatan.
Dahulu, orang tuanya selalu menjaganya agar tidak terkena masalah. Tapi sekarang, mereka berdua sudah…
“Lupakan,” gumam Karin. SRIITT… mobil ini berhenti di depan kantor polisi. Karin digiring oleh dua orang polisi masuk ke dalamnya. Dia langsung dihadapkan dengan seorang polisi. Ia disuruh duduk di kursi. Polisi itu menunjukkan secarik kertas bertuliskan namanya. Dia ketua polisi. Chief Minato.
“Duduklah, Nak. Nak, saya ingin bertanya. Kenapa kau tega menjambret tas seorang wanita? Kau menginginkan apa di dalamnya?” tanya Chief Minato.
“Dengar, Pak. Aku hanya difitnah. Pria itu, pria itu memfitnahku menjambretnya. Aku tidak bersalah! Aku tidak bersalah!” kata Karin.
“Sstt! Diam, Nak! Pembelaanmu itu sudah keterlaluan. Kami terpaksa meletakkanmu di sel,” sahut Chief Minato. Karin dimasukkan ke dalam sel penjara yang ada di kantor polisi tersebut. Ia tidak menyangka jika harus merasakan mendekam sementara dalam jeruji besi seperti ini.
ooo0ooo
Selama seminggu Karin telah mendekam di dalam sel. Sudah lelah juga Karin menjalani hari-harinya yang berat selama di sel. Hingga pada saatnya, seorang polisi membuka jeruji besi yang mengurung Karin.
“Ikut aku, Karin,” katanya. Karin mengangguk. Ia berjalan keluar. Sebuah mobil Chevrolet-persis seperti mobilnya dulu telah terparkir di depan kantor polisi. Sang sopir mempersilahkan Karin masuk ke dalamnya. Ia pun masuk.
“Ada apa ini sebenarnya?” tanya Karin keheranan.
“Kau lupa, ya? Kau akan dibawa ke pengadilan untuk disidang lebih lanjut,” sahut polisi itu. Karin masuk ke dalamnya. Mobil itu berjalan santai menuju ke pengadilan. Sesampainya di sana, Karin menginjakkan kakinya di tanah dengan gemetar. Ia tak menyangka, hanya gara-gara fitnah semuanya akan berakhir dengan keputusan hakim di pengadilan.
Ia tak biasa menatap para wartawan dan reporter yang dari tadi terus menanyai segala-galanya. Ratusan kamera handphone maupun kamera digital telah berhasil memotretnya. Mata Karin tak biasa melihat kilatan lampu blitz sebanyak ini. Pupil matanya mengecil. Karin pun memasuki ruangan pengadilan yang besar dan ber-AC.
Tak lama kemudian, ia pun duduk di kursi terdakwa. Bersama pengacara yang mendampinginya, ia mulai berbicara. Panjang lebar ia jelaskan. Sampai pembelaan yang diajukannya dengan isak tangis.
“Tolonglah, pak hakim… mengertilah… ini fitnah, mengerti?” kata Karin sambil terisak. Sang hakim menatap tajam Karin.
“Tidak! Saya tidak mempercayai cerita omong kosongmu itu, Nak! Kau berbohong pada hakim pula. Okelah, kau akan dihukum, Nak. Saya masih memberikan keringanan padamu. 10 bulan hukuman penjara!” kata sang hakim sambil mengetukkan palunya. Ia menolak mentah-mentah omongan Karin.
Karin sangat sedih, dan teringat sekolahnya yang baru akan direnovasi ulang, dan pekerjaan itu memakan waktu 10 bulan. Cukup untuk masa hukumannya sekarang.
ooo0ooo
Karin bersama dengan tahanan lainnya, yang seluruhnya adalah pria dibawa ke sebuah penjara ketat bernama Hard Prison. Karin dibawa ke pintu masuknya, dan dijejerkan dalam lapangan tahanan. Lapangannya sangat luas.
“Berbaris!” suruh salah seorang penjaga. Karin dan lainnya berbaris rapih. Suara kedepuk sepatu pantofel terdengar jelas. Seseorang datang. Sang kepala sipir. Sipir berambut cokelat muda dan bermata biru itu berdiri tegak di hadapan 11 tahanan baru.
“Hai, semuanya. Namaku Yuichi, dan aku adalah sipir kalian. Tahukah kalian kenapa kalian dikirim kemari? Kenapa kalian berbuat salah? Padahal kalian tahu itu salah. Dan lihat gadis ini. Nekad sekali dia berbuat kesalahan,” kata Yuichi. Matanya menatap Karin. “Apakah kita pernah bertemu, sis? Kurasa, aku pernah mengenalmu dengan dekat,”
“Huh, jangan sok kenal! Aku tidak berbuat kesalahan di sini! Lagipula kau siapa, Yuichi? Aku difitnah sehingga aku masuk kemari,” kata Karin dengan mata sembap.
“Sudahlah! Masukkan semua tahanan ini ke dalam sel mereka! Tunjukkan juga sel-sel mereka!” kata Yuichi. Para penjaga menggiring tahanan ke dalam selnya.
“Sipir Yuichi, kau berani sekali bicara dengan tahanan-tahanan berbahaya itu,” kata salah seorang penjaga.
“Hei, bro, siapa yang kau panggil Yuichi? Namaku Shiro, tahu!” bentak Yuichi.
“Tapi pak sipir, namamu kan, Yuichi,” sahut penjaga itu.
“Oh, iya. Sepertinya aku terlalu terbawa suasana,” kata Yuichi. Ia berlalu meninggalkan penjaga itu. “Sepertinya aku pernah mengenal tahanan wanita itu, deh. Tapi dimana, ya? Siapa dia?”
ooo0ooo
Karin digiring oleh penjaga menuju selnya. Sel itu tentu tidak senyaman kamarnya. Tapi, masih layak untuk ditempati selama 10 bulan saat masih menjadi tahanan. Karin masuk ke dalam selnya. Ia tinggal sendirian, tak ada tahanan lain yang menempatinya. Karin kembali mendekam di balik jeruji besi untuk terakhir kalinya.
“Semoga ini yang terakhir,” gumam Karin. Karin pun tertidur di atas kasurnya.
ooo0ooo
TOK-TOK-TOK!
“Hei, bangun, Nona! Nona, bangunlah…” terdengarlah suara seorang lelaki. Karin menggeliat dan perlahan membuka mata hijaunya. Ia berusaha bangun. Lelaki itu tersenyum. Karin pun belum bisa melihat secara pasti. Penglihatannya masih buram. Namun, dari seragam hitam lelaki itu, ia bisa menebak siapa sang lelaki.
Sipir penjara, Yuichi-san.
“Hmmh… apa aku berbuat kesalahan, sipir Yuichi?” tanya Karin sambil terkantuk-kantuk.
“Konichiwa, Karin-chan. Baru bangun tidur? Kau tidak berbuat kesalahan. Saatnya keluar, Rin. Kau harus menikmati udara segar. Di sini pengap, bukan?” kata Yuichi dengan lembut. Karin kembali segar dan Yuichi membuka jeruji besinya. Karin menatap kosong kepada Yuichi yang dari tadi terus tersenyum kepadanya.
KRIK…
Suara berderit terdengar dari jam tangan yang dipakai oleh Yuichi. Ia melihat jamnya. 14.30 feel o’ clock. Mata Karin mengkilat sekilas. Lalu… DEPP… angka dalam jam digital itu mati. Ia pun mengajak Karin keluar dari penjara. Lapangan luas itu telah menanti kehadiran Karin.
Karin pun sampai diluar. Ia menghirup udara segar, walaupun cuacanya benar-benar panas. Karin hanya sendirian diantara para tahanan yang kebanyakan pria.
“Aku sendirian… tidak ada siapa-siapa… cepat atau lambat, sipir dan penjaga lainnya akan menyiksaku…” gumam Karin pada dirinya sendiri.
“Tidak, tidak… kau tidak sendirian, Karin…” terdengar suara gadis remaja. Lembut dan lirih. Karin menoleh, berusaha mencari sumber suara itu.
“Aku disini…” suara itu kembali terdengar. Karin menoleh ke belakang. Seorang gadis remaja cantik berambut merah sedang tersenyum kepadanya. Tubuhnya tembus pandang, dan kakinya tidak menapak di tanah. Ia duduk di sisi Karin.
“Kau… kau… apa kau hantu?” tanya Karin.
“Ya, aku memang sudah menjadi hantu. Tapi dahulu kala, aku pernah hidup di dunia ini. Sekarang, aku hidup dalam dirimu, Karin,” kata hantu itu.
“Jadi hantu, apa kau punya nama?”
“Tentu saja aku punya nama, sayang. Namaku adalah Harada. Aku meninggal dalam usia 17 tahun, dan aku pernah bersekolah di SMA Dreamland sama sepertimu. Tapi setidaknya, aku telah pergi 20 tahun yang lalu,” sahut Harada.
“Harada? Namamu sama seperti nama khayalan yang kusebut dulu!” kata Karin girang.
“Aku hidup dalam dirimu, Karin. Dahulu, aku memiliki kekasih bernama Shiro. Shiro itu tinggi, tampan, dan gagah. Aku menyukainya. Tapi, pada suatu malam, seseorang membunuh kami berdua,”
“Shiro? Boleh aku tahu bagaimana rupa Shiro? Aku ingin mengenalnya lebih dekat. Tapi, namanya kan, tidak ada dalam catatan sejarah. Boleh kan, aku tahu siapa Shiro-mu?”
“Alah, tak perlu kujelaskan secara rinci, lah. Kau akan mengenal siapa Shiro nantinya. Dan sebenarnya, kau sudah bertemu dengan Shiro. Kau akan menjalin hubungan dekat dengan Shiro nantinya. Entah kau bersahabat atau berpacaran,” kata Harada. Ia pun menghilang.
“Menjalin hubungan dengan Shiro? Dia kan, sudah mati 20 tahun yang lalu bersama Harada. Idih, mana aku mau menjalin hubungan dekat dengan hantu?” gumam Karin.
TENG-TENG-TENG!
“Tahanan semuanya! Kembali ke sel tanpa pengecualian!” terdengar suara Yuichi yang bergema dari kejauhan. Karin terpaksa menuruti kata sipir itu.
ooo0ooo
Pukul delapan pagi…
“Tahanan semuanya! Waktunya bersih-bersih!” Yuichi mengumumkan lagi. Karin mengambil kain pel dan mengepel lantai. Ada yang menyapu juga, dan membersihkan jendela. Karin melongok keluar jendela. Bunga-bunga sakura bermekaran. Ia tak bisa kemana-mana. Mengepel… mengepel… dan mengepel lagi.
“Haah… aku sebal mengepel terus-terusan,” keluh Karin. Ia pun beristirahat sebentar dan meletakkan pelnya. Yuichi berdiri di tengah lorong bersama para penjaga, memperhatikan tahanan yang sedang membersihkan ruangan. Karin berjalan.
Tapi, lantai sangatllah licin. Mereka tidak memeras pelnya, sehingga lantai begitu basah. SLEERR… Karin terpeleset, dia tidak bisa berhenti.
“Whoa… tidaaak!” jerit Karin.
“Hei, hati-hati, Nona!” teriak salah seorang penjaga. Karin tak bisa mengendalikan dirinya. Tubuhnya terus terbawa ke depan. Dan di depannya, seseorang sepertinya akan ditabrak oleh Karin.
“Awaaas!” teriak Karin.
“Waaah!” teriak lelaki yang ada di depannya. BRUGH! Karin menabrak lelaki itu.
KRIK… suara seperti deritan jam tangan Yuichi kembali didengarnya. Karin terjatuh diatas tubuh lelaki itu. Ia membuka matanya.
“Ah, maaf. Aku, aku tidak sengaja. Aku tidak sengaja. Maafkan aku,” kata Karin sambil berusaha berdiri. Ia melihat wajah ceria lelaki itu. Ia mengenalnya.
“Yuichi-san? Maafkan aku, oke?” kata Karin. Yuichi tidak marah, ia hanya tersenyum.
“Ah, tidak apa-apa. Aku lebih sering dihajar oleh tahanan daripada hanya ditabrak dengan tidak sengaja,” sahut Yuichi. Seorang penjaga menghampiri Yuichi.
“Pak sipir, kau tak apa?” tanyanya.
“Tidak, aku baik,” sahut Yuichi sambil mengusap kepalanya. Pipi Karin mulai memerah. Matanya mengkilat sekilas. Senyumnya merekah. Ia mulai bergumam sambil terus mengepel.
“Sekarang hanya dia yang bisa kupercayai,” gumam Karin.
“Kau sudah bertemu Shiro, bukan?” terdengarlah suara Harada. Karin tidak mengerti perkataannya.
“Harada, kenapa kau bertanya demikian? Aku belum bertemu dengan Shiro. Dan kau, kenapa kau terus menghampiriku?” protes Karin.
“Itu karena aku hidup dalam dirimu. Kau adalah aku, dan aku adalah kau. Kau adalah reinkarnasi-ku. Itulah kenapa kau selalu menyebut nama Harada saat kau masih kecil. Karena aku bereinkarnasi, dan berubah menjadi kau,” kata Harada. Karin terkejut.
“Apa?! Aku reinkarnasi-mu?” tanya Karin. Harada menghilang.

BERSAMBUNG…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REVIEW BUKU: HOLY MOTHER BY AKIYOSHI RIKAKO

Judul: Holy Mother Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Genre: mystery, thriller, crime Rating: 4.9/5 Buku yang ...