Selasa, 22 November 2016

DIXA’S JOURNEY: GOES TO ROBO-WORLD (PART 5)

Dixa terjatuh ke dalam lubang dalam itu. Bagaikan lubang tanpa batas. Namun, ada batasnya. Dixa mendarat di atas genangan air.
“Aahh! Sakit sekali!” jerit Dixa. Suaranya menggema keras dalam lubang itu. Celananya basah kuyup karena terjatuh dalam genangan air.
“Kau baik-baik saja, Dix?!” teriak Rill dari atas sana. Dixa menengok ke atas. Tampak kepala gadis cantik itu menghalangi seberkas sinar matahari.
“Aku baik-baik saja, Rill!” sahut Dixa. Dengan tubuh sakit-sakitan, Dixa berusaha bangun. Ia penasaran dengan lubang itu. Di dalamnya seperti terowongan rahasia. Dixa berjalan menyusuri terowongan itu. Karena penasaran, Dixa tidak berpikir ingin keluar dari lubang tersebut. Di dalam terowongan yang gelap gulita itu, ia melihat seberkas cahaya.
“Cahaya?” gumam Dixa bingung. Ia langsung berlari dengan langkah tertatih-tatih menuju cahaya itu. Begitu dekat dengan cahaya, ia terkagum melihatnya. Sebuah laboratorium bawah tanah rahasia yang berwarna putih. Sangat besar. Ia kembali berlari keluar dari terowongan rahasia itu dan melongok ke atas mulut lubang. Rill masih menunggu di atas sana.
“Rill! Beritahu yang lain, aku menemukan sesuatu! Suruh mereka turun kemari!” teriak Dixa.
“Baiklah, Dixa! Tapi bagaimana caranya kita turun ke bawah?! Terjun bebas, begitu?!” sahut Rill dengan penuh pertanyaan.
“Tidak, bukan begitu! Ambil tali rafia di dalam tasku itu!”
“Kau gila, ya?! Tali rafia akan putus jika membawa beban telalu berat!”
“Coba saja! Hei, lihat! Di sini ada matras bekas mengambang! Aku bisa menggunakan benda ini jika kalian terjatuh!” kata Dixa. Rill menurut, kemudian lekas mengambil tali rafia dalam tas Dixa. Ia mengikatkannya pada sebuah pohon. Satu persatu, teman-temannya menuruni tali rafia. Untunglah, mereka mendarat dengan selamat… pada matras itu. Tali rafianya tidak cukup panjang untuk mencapai dasar. Dixa mengajak teman-temannya untuk menyusuri terowongan tersebut. Saking gelapnya, mereka hanya bisa berjalan sambil meraba-raba. Masih jauh untuk mencapai laboratorium itu. Tiba-tiba, sepasang mata menyala dalam kegelapan. Awalnya, Dixa senang melihatnya.
Ia mengira itu adalah manusia yang bisa menolongnya dalam kegelapan semacam ini. Namun, sesaat kemudian, Dixa memicingkan matanya.
“Itu bukan manusia! Itu bukan penolong!” jerit Dixa. Pemilik mata menyala itu mendekat. HAP-HAP-HAP! Rahang besarnya yang kuat terbuka dan tertutup. Tubuhnya mengkilat dalam kegelapan. Dixa dan lainnya terpaksa mundur menuju dasar lubang tadi karena “si aneh” itu terus mendekati mereka. Dan dalam tempat terang, terlihatlah jika sebenarnya itu adalah robot. Robot buaya putih. Buaya putih yang sering muncul dalam mitos dan legenda. Dixa sangat mengidolakan makhluk mitos “buaya putih” selain Pegasus. Dan kini, ia melihatnya secara langsung, dan tidak disangka harus berhadapan dengannya.
“Mundur, semuanya! Aku akan menyerangnya!” kata Dixa.
“Hei, sob. Kekuatan petirmu tidak akan berguna di sini. Kau malah akan menyalurkan listrikmu kepadanya, dan bisa jadi dia akan bertambah kuat,” kata Sebas. Dixa diam tak berkutik. Di sisi tubuh robot itu sebelah kiri, tertulis sesuatu. WhiteCroco 1492. Sepertinya itu adalah namanya.
“Kau tak akan bisa lepas dari sini!” buaya itu bicara. Dia bisa bicara rupanya. Sebas merogoh kantong celananya. Ia pun maju ke depan.
“Kau mau menyingkir, atau ingin merasakan ini?” tanya Sebas. Ia menodongkan pistol kepada buaya itu.
“Sebas? Kau bawa senjata?” tanya Rill heran.
“Ya, ini milik kakak sepupuku. Aku meminjamnya,” sahut Sebas. Buaya itu tidak menyingkir. Ia memamerkan gigi-gigi besinya yang tajam. DOR-DOR-DOR! Tiga buah peluru bersarang di kepala buaya itu. Namun, itu tidak menyurutkan niatnya untuk membunuh Dixa dan teman-temannya. Sebas menembak buaya itu lagi. Dan kali ini, upayanya berhasil. Buaya itu sepertinya pingsan.
“Cepatlah, selagi White Croco pingsan!” kata Sebas. Mereka langsung berlari ke dalam. Tak lama kemudian, mereka menemukan sebuah laboratorium besar.
“Jadi ini yang ingin kau tunjukkan?” tanya Miyako. Dixa mengangguk. Lalu, pintu otomatis laboratorium itu terbuka. Mereka masuk ke dalamnya.
“Wah… keren… segala macam yang kau butuhkan ada di sini,” kata Dixa. Laboratorium itu punya segalanya. Setelah lama bermain, mereka tertidur pulas.
ooo0ooo
“Hei, bangun, Dixa!” teriak Jason. Dixa membuka matanya. Ia langsung duduk di kasurnya, dan melihat teman-temannya. Seperti sedang menyusun sebuah rencana.
“Rencana apa itu?” tanya Dixa.
“Rencana ke Darkness Kingdom. Dixa, tak disangka, ternyata hutan ini langsung berhubungan dengan Metropolis City. 2 kilometer jika kau berhasil keluar dari sini, kau akan menemukan Metropolis City!” kata Yuri bersemangat.
“Dixa, dengarkan. Kau dan Jason, harus datang ke Metropolis City. Dan ketika kalian sudah di sana, kami akan datang ke Darkness Kingdom untuk menyerbu. Lalu, kami akan melaporkannya kepada kalian agar kalian datang,” kata Sebas.
“Siap, komandan!” sahut Dixa.
“Dengar, kau jangan gunakan kekuatanmu. Mungkin kau bisa menaklukkan seekor naga bertenaga nuklir. Tapi, kau mungkin akan sulit menaklukkan robot. Sebab secara tidak langsung, kau malah akan bunuh diri. Kau menyalurkan tenaga listrik kepada robot musuhmu,” kata Sebas. “Kecuali kau punya tenaga yang lebih besar agar mereka merasa tenaga itu terlalu berlebihan, sehingga kau bisa menaklukkannya,”
“Baik!” sahut Dixa lagi. Dixa langsung berangkat dengan persenjataan lengkap. Dan ternyata, lewat pintu belakang laboratorium itu,mereka bisa langsung keluar dari dalam sana. Menempuh perjalanan menuju Metropolis City. Dixa tidak menyangka, jika sebuah robot berbentuk buaya putih sedang mengintainya di belakang.

BERSAMBUNG…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REVIEW BUKU: HOLY MOTHER BY AKIYOSHI RIKAKO

Judul: Holy Mother Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Genre: mystery, thriller, crime Rating: 4.9/5 Buku yang ...