Minggu, 06 November 2016

DIXA'S JOURNEY: BATTLE IN PLANET MONSTERS (PART 1)

            Ishida Dixa adalah nama seorang bocah lelaki usia 10 tahun. Ia sedang bersama kakak 
perempuannya yang bernama Miyako Katanede. Mereka berdua sedang berjalan di tengah ganasnya badai salju. Kedua kakak beradik itu sama-sama ketakutan berada dalam amukan badai salju di Antartika.

“Kakak… Kalau ini bukan karena idemu, aku pasti tidak akan berada di sini. Kau benar-benar menyusahkanku. Apa niatmu yang sebenarnya? Membunuhku?” protes Dixa.
“Hey, dengarkan aku! Kita berada di sini karena dirimu, bukan? Helikopter pemantau kehilangan kontak dengan kita, kapal pemecah es terparkir di tepi pantai yang jaraknya ratusan kilometer dari sini, dan kita kehilangan motor saljunya!” balas Miyako.
“Apa salahku?”
“Jelas ini gara-gara kau! Saat kita turun dari kapal, kita naik helikopter. Lalu, tak lama kemudian, kau kelaparan dan minta diturunkan di tengah es untuk membuat lubang dan memancing ikan. Tiba-tiba, badai salju datang dan helikopter itu pergi. Ini gara-gara kau!”
“Apa?! Gara-gara aku?! Ulahmu lebih parah lagi! Kau kabur karena melihat anjing laut yang muncul dari permukaan dan meninggalkan motor salju kita! Padahal, itu adalah satu-satunya transportasi untuk keluar dari sini!”
“Siapa peduli terhadap motor salju? Lagipula, aku tidak bisa mengendarainya. Apa gunanya motor salju bagiku?”
“Tapi, itu berguna untukku, Kakak! Aku kan, bisa mengendarai motor salju, dan bisa membebaskan kita dari sini!” bantah Dixa. Ia pun berjalan meninggalkan kakaknya. Miyako hanya mengikuti adiknya yang berjalan semakin ke arah selatan itu. Akan tetapi, Dixa tidak tahu, jika ia telah sampai di tumpukan es permanen Antartika.
“Tuh, kan! Gara-gara kau, kita jadi terjebak di es permanen!” kata Miyako. Dixa tak bisa berkata apa-apa lagi. Sesungguhnya, yang dikatakan oleh Miyako itu kenyataan. Dixa hanya ingin memancing ikan. Tapi, niat Dixa sebenarnya hanya ingin melihat keberadaan ikan unik, bukannya untuk memakan ikan itu.
“Baiklah, Kak. Aku menyesali perbuatanku. Aku minta maaf. Aku yang telah membawa kita kemari. Maafkan aku, Kak. Kuharap, ada keajaiban yang bisa menyelamatkan kita dari sini,” kata Dixa. Miyako memaafkan adiknya itu. PIP-PIP-PIP… Terdengarlah suara seperti antena radar dari dalam tumpukan salju. Suara itu hanya terdengar samar-samar, karena tertumpuk salju.
“Hei, Kak. Kau dengar itu? Suara “PIP” itu sepertinya berasal dari bawah tumpukan salju ini. Mungkin saja itu radar, atau radio pemancar yang terkubur di bawah sini. Siapa tahu itu masih berfungsi!” kata Dixa bersemangat.
“Iya! Kau benar! Suara itu berasal dari tumpukan salju di bawah kakimu. Gali saja! Siapa tahu, benda itu bisa menolong kita!” sahut Miyako. Dixa pun langsung menggali tumpukan salju di bawah kakinya. Ia menggali salju sampai sedalam satu meter dan menemukan sebuah karet silikon berwarna hitam.
“Wah, aku menemukan silikon,” kata Dixa. Ia menarik benda itu. Dan apa yang didapatkannya? Sebuah jam tangan digital.
“Ah… Kau sudah capek-capek menggali, ternyata hanya dapat jam tangan,” kata Miyako kecewa. Tapi, Dixa merasa ada keberuntungan dari jam tangan tersebut.
“Kak, lihat jam ini! Ini adalah jam tangan yang terkubur di bawah salju satu meter Antartika! Ini adalah jam tangan digital yang sedang jadi trending topic. Jam ini berteknologi canggih, dan dipastikan bukan dari Bumi,” katanya. Dixa melihat sisi jam tersebut.
Di situ tertulis “MADE BY DRAGANOLD”. Siapa itu Draganold? Dixa memeriksanya lagi. Ternyata, jam itu benar-benar canggih. Ada radio pemancar, jaringan nirkabel 4G, bertenaga nuklir, radar, sonar, penerjemah bahasa, detector, dan juga penghipnotis. Benar-benar bukan dari Bumi. Di layar jam itu tertulis: LIFE DETECTED. Kehidupan terdeteksi.
Itulah asal bunyi “PIP” tadi. Sampai sekarang, bunyi “PIP” itu masih terdengar. Dixa menekan tombol ALARM yang ada di sisi jam. Lalu, bunyi tersebut berhenti. Dixa kembali memeriksanya, ternyata, ada GPS-nya juga. Dixa memakai jam itu, dan menyalakan GPS-nya. Lalu, ia menyalakan radio pemancar. Dixa memakai radio pemancar itu dan memanggil helikopternya.
Satu jam kemudian… DRRRR… Suara baling-baling helikopter terdengar jelas. Dixa melongok ke atas. Ia dan Miyako melambai-lambaikan tangannya.
“Hei! Hei! Hei! Kami di sini!” kata mereka serempak.
BERSAMBUNG…


2 komentar:

REVIEW BUKU: HOLY MOTHER BY AKIYOSHI RIKAKO

Judul: Holy Mother Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Genre: mystery, thriller, crime Rating: 4.9/5 Buku yang ...