“Jason!
Jason!” suara teriakan Dixa menggema di seluruh Mini City. Kota itu memang
sangat jarang dihuni. Dixa yakin, jika Jason ada di suatu tempat. Sementara
dirinya sendiri tak berani pergi jauh-jauh dari Dargon yang pingsan di tengah
jalan. Dari kejauhan, kobaran api masih terlihat.
“Dixa… Dixa…” suara
Jason terdengar dari kejauhan.
“Jason?
Hei, Jason!” teriak Dixa. Tak lama kemudian, Jason muncul dan langsung
mendekati sahabatnya itu.
“Syukurlah
kau selamat, Jassy. Bagaimana rencana penyerangan kita?” tanya Dixa.
“Ah,
lupakan. Kita sudah gagal di tengah jalan. Lebih baik kita kembali saja. Kau
setuju?” sahut Jason.
“Ya,
baiklah. Terserah kau saja,” kata Dixa. Sementara Dargon baru siuman sekarang.
Ia pun bangkit kembali dan memberi mereka tumpangan. Dixa begitu girang
menunggangi naga dan melihat keindahan dari balik awan.
“Yuhu…
seru sekali!” kata Dixa.
“Uh,
Dixa. Aku… aku tidak akan suka ini… ini mengerikan, aku takut pada ketinggian,”
kata Jason.
“Santai
saja. Dargon, bisakah kau melaju lebih cepat?”
“Tentu
saja bisa! Pegangan erat-erat, guys, aku akan melaju dengan kecepatan 100
knot!” kata Dargon. Wush… ia melesat secepat angin. Mereka melihat Metropolis
City yang telah ditelan oleh api. Semuanya ulah Draganold, naga nuklir tak
bertanggung jawab itu.
“Aku
kesal kepada Draganold! Dasar, naga itu benar-benar keparat! Aku membencinya!
Semua warga akan mati kalau begini! Aku benci Draganold!” gerutu Dixa.
Tak
lama kemudian, Dargon mendarat di dekat laboratorium tersebut.
“Pastikan
buaya putih itu tidak menguntit kita lagi, oke?” kata Dargon.
“Ah,
tentu tidak, Darg. Aku sudah membunuh robot kejam itu,” sahut Dixa. “Bola
matanya sudah diganti oleh peluru,”
“Iya,
Dixa jauh lebih kejam daripada buaya itu,” kata Jason. Mereka pun masuk ke
dalam laboratorium. Di sana, hanya ada Yuri.
“Hei,
Yuri. Kemana yang lainnya?” tanya Dixa.
“Mereka
bilang, mereka pergi ke Darkness Kingdom. Menurut mereka, kau terlalu lama dan
juga kau tak menjawab telepon dari Sebas. Sehingga ia mengajak yang lainnya
pergi dan meninggalkan pesan di meja itu,” kata Yuri sambil menunjuk secarik
kertas yang ada di sebuah meja percobaan. Dixa langsung mendekati meja tersebut
dan mengambil kertasnya untuk dibaca.
“Dixa… maafkan aku, aku sudah
meninggalkanmu. Itu karena kau terlalu lama diluar sana tanpa memberi kabar
sama sekali. Dan akhirnya, aku pun pergi diam-diam ke istana itu bersama Kak
Miyako dan Rill. Oh, ya. Aku juga mengajak Orca dan Rattlesnake. Tapi, Dargon
bersikeras untuk mencarimu. Kuharap, kau sudah pulang saat membaca pesan ini.
Aku ingin kau menjelaskan apa yang terjadi padamu dan Jason diluar sana,”
-From Sebastian Ray-
“Sebas
meninggalkanku tanpa bilang-bilang? Ah, baiklah Dargon! Antarkan kami ke
Darkness Kingdom! Yuri, kau juga harus ikut!” tegas Dixa. Ia melihat
sekelilingnya. “Sebas pasti sudah menyuruh yang lainnya untuk mengepaki
barangnya,”
“Mengepaki
barang? Kurasa, barang yang dibawa mereka hanyalah travel bag, dan isinya juga
tidak merepotkan,” kata Yuri. Dixa mengangguk. Ia langsung menuntun Dargon
keluar dan terbang bersama Jason dan Yuri.
“Oh,
my God! Kita terbang lagi? Aku takut ketinggian, Dixa! Kenapa perjalanan menuju
istana harus dengan terbang, sih?” teriak Jason.
“Tenang,
kau harus menghilangkan acrophobia-mu,
oke?” kata Dixa menenangkan. Mereka terbang menuju Mini City.
“Hey,
bukankah Darkness Kingdom ada di Metropolis City?” tanya Yuri.
“Belum.
Aku ingin balas dendam terlebih dahulu. Draganold sudah keterlaluan. Aku tahu,
stadion itu adalah sebuah tempat untuk bertanding antara rakyat jelata dan
pembesar kerajaan. Pastinya, Perdana Menteri juga ada di sana!” kata Dixa.
“Darg, mendaratlah di stadion itu!”
“Baiklah!”
sahut Dargon. Ia pun mendarat di depan stadion itu.
“Kutunggu
sampai selesai, ya!” kata Dargon. Mereka pun masuk ke loket pendaftaran. Tapi,
hanya Dixa dan Jason saja yang mendaftar. Mereka masuk ke lapangan
pertandingan.
“Yuri,
saksikan kami, oke? Kau duduk saja di tribun. Pokoknya, jangan histeris. Aku
khawatir penyakit epilepsi-mu kambuh,” kata Dixa.
“Ya,
ya, ya. Akan kudukung kalian sebisaku. Jangan mau kalah. Lawan kalian adalah
Draganold. Jika saja aku melawannya, aku pasti akan kalah,” sahut Yuri. Dixa
pun berbalik bersama Jason. Mereka berjalan menuju lapangan.
“Kita sambut penantang baru kita… Ishida
Dixa dan Jason Blue! Mereka adalah manusia yang berasal dari Bumi. Bagaimanakah
kemampuannya? Kita lihat saja kedua remaja keren ini beraksi!” kata
komentator. “Dan kita sambut juga
lawannya… Perdana Menteri tampan kita yang berasal dari planet Monsters… Tn.
Draganold Bruno!” katanya lagi. Sorak-sorai dari penonton terdengar riuh.
“Dixa!
Jason! Jangan mau kalah! Ayooo!” teriak Yuri menyemangati. Namun, suaranya
teredam oleh teriakan ribuan penonton yang menyoraki jagoannya masing-masing.
Dixa dan Jason sudah bersiap.
“Kau
tahu, Dixa, Jason? Aku akan mengalahkan kalian di malam ini! Mana supporter-ku?
Ayo! Berikan aku semangat, supporters!” teriak Draganold.
“Hah,
mana mungkin kau bisa menang? Lagipula… hei, pak komentator! Apakah anda tidak
salah menyebut naga sialan ini dengan sebutan tampan? Kurasa, jika dia menjadi
manusia, aku yakin dia benar-benar jelek! Sejelek-jeleknya manusia, lebih jelek
Draganold daripada manusia terjelek sedunia!” teriak Dixa. Para penonton
menyorakinya.
“Baiklah,
kita mulai saja pertandingan ini, semuanya. 3, 2, 1… MULAI!” kata
komentatornya. Suara sirine membuat penonton bersorak lebih keras. Kaca
pelindung mencuat dari pinggiran lapangan. Setelah menutup sempurna… GOONGG!
Suara gong dibunyikan dengan keras. Draganold menyerang terlebih dahulu.
“NUCLEAR
ATTACK!” Draganold mengeluarkan semburannya yang membuat Dixa terpental jauh.
“ICE
NEEDLE!” Jason membalas Draganold dengan serangan jarum-jarum esnya yang super
tajam.
“NUCLEAR
SHIELD!” Draganold berusaha bertahan dengan perisai nuklirnya. Tapi, perisai
itu tak menutupi seluruh tubuhnya. Sebagian jarum-jarum es Jason berhasil
mengenai tubuh Draganold. Luka gores memenuhi tubuhnya.
“Ah,
persetan dengan luka-luka ini! Ini sama sekali tidak menyakitkan!” kata
Draganold.
“THUNDER
FLASH!” kata Dixa. Serangan itu membuat Draganold tersetrum dan terluka lebih
parah.
“Tidak
akan kuampuni!” kata Jason. Mereka menghabisi Draganold.
“Hehehe…
kalian memang anak-anak yang sangat payah. Kalian belum tahu aku sekuat apa.
NUCLEAR BOOM!” kata Draganold. dari mulutnya, keluarlah semburan nuklir yang
besar. Dixa dan Jason kalah.
“Ah…
tidak! Aku tidak boleh kalah,” kata Dixa. Draganold melemparkan mereka keluar
kaca pyrex itu.
“Yeah!
Aku menang!” kata Draganold.
“Dan pemenangnya adalah… Draganold
Bruno!” kata komentator. Kaca kembali ditutup.
“Hadiahnya adalah uang tunai 1 milyar
rupiah, mobil Lamborghini, dan… pacar. Selamat untuk anda!” katanya
lagi. Mereka kembali duduk di tribun, menyaksikan lawan yang sudah menang.
“Kita
akan pergi ke Darkness Kingdom setelah ini,” kata Dixa.
BERSAMBUNG…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar