Petir
keluar dari tangan Dixa. Ia begitu murka mendengar nama orang tuanya disebut.
Mungkin naga itu akan menyiksanya habis-habisan. Dixa memandang benci
Draganold. Lahar dari gunung berapi telah mencapai puncaknya. Gunung berapi
akan mengeluarkan letusan terhebat sepanjang masa. Tapi, Dixa bukanlah gunung
berapi. Petir. Badai dalam bintik merah besar di planet Jupiter sedang
berkecamuk di dalam robot T-Rex.
“Aku…
aku sudah benar-benar murka…” kata Dixa. Teman-temannya berlindung di pojokan.
“Dixa!
Tenangkan dirimu!” jerit Rill. Dixa menggeleng. Nafasnya mendengus-dengus.
“RED
N’ BLUE THUNDER!” Dixa menyerang Draganold dengan serangan petir merah-biru
andalannya. Draganold terpental jauh.
“Mungkin
petirku tidak akan mampu melawan nuklir sepertimu. Namun, aku masih bisa
melumpuhkanmu…” kata Dixa. Petir-petir semakin mengganas terus menyerang naga
itu tanpa ampun. Dixa bagai kerasukan setan jahat. Ia menyerangnya tanpa henti.
“SUPER
THUNDER!” teriak Dixa. Petir itu kembali menyambar Draganold. Ia kembali
bangkit.
“Huh…
kau pikir hanya kau yang punya kekuatan super? Aku juga. Aku juga punya pedang
nuklir yang tak kalah hebat darimu! Hahaha!” kata Draganold. Lalu…
“N’-U
Clear!” Draganold mengeluarkan pedangnya. Pedang itu ada lambang nuklir di
tengahnya. Warnanya kekuningan, dan sepertinya siap menghunus Dixa. BRUUSS…
pedang itu menembus dinding ruang kendali. Dixa mengelak sebisanya, dan pedang
itu tak mampu menyentuh tubuhnya sama sekali. Lama kelamaan, dindingnya
berlubang semua.
“Rasakan
itu, naga payah!” kata Dixa. Robot itu roboh seketika. Ruang kendalinya sudah
berlubang terkena hunusan pedang.
“Sialan!”
gerutu Draganold. Ia melemparkan bom nuklir berkekuatan lemah ke Grand Motel.
Dixa dan lainnya tidak bisa ke sana lagi. Tempat itu sudah meledak. SNB
mendekat.
“Sudahlah,
Drag… kita pergi saja. Kalau kau mau, buru saja si Dixa lain waktu. Lalu, kau
bisa memangsanya sesuka hatimu,” bisik SNB. Mereka kembali ke kerajaan.
“Ayo,
kita harus ke istana itu!” ajak Dixa.
“Sudahlah,
Dix… sudah malam. Lebih baik kita berkemah semalam saja di hutan. Besok, kita
akan menembus kota-kota besar dan menemukan istana itu,” kata Rill.
“Omong-omong,
apa nama istana itu, ya? Dan dimana kota tempat istana itu berada?”
“Aku
tahu. Nama kerajaannya Darkness Kingdom. Kota tempatnya adalah Metropolis City.
Namun, jaraknya sekitar 4 mil dari hutan ini,” kata Rill. Setelah itu, mereka
tertidur.
ooo0ooo
Keesokan
harinya…
“Baiklah!
Kita akan berjalan ke Metropolis City. Kita perlu melewati 2 kota besar. Aku
punya petanya. Kita harus melewati Forestpolis City, Desertpolis City, dan
terakhir kita akan sampai di Metropolis City,” kata Dixa. ia menunjukkan peta
yang dibawanya.
“Oke,
Dix. Tapi, kita kan, harus berpencar untuk hal ini. Kau ada rencana?” tanya
Sebas.
“Berpencarnya
nanti saja. Kita harus berjalan bersama dulu,” sahut Dixa. Ia berjalan diiringi
teman-temannya. Hutan itu ternyata begitu luas. Menjelajahinya perlu kesabaran.
“Ah,
kapan sih, kita sampainya?” keluh Miyako.
“Aku
tidak tahu. Paling sebentar lagi, Kak,” sahut Dixa. Akhirnya, mereka sampai di
sebuah tempat terbuka. Tapi sayangnya, itu hanyalah sungai besar. Di depannya
masih ada pepohonan rimbun.
“Ah,
hutan lagi, hutan lagi!” teriak Miyako.
“Hei,
lihat itu di langit!” tunjuk Yuri. Dixa melongok ke atas. Seekor naga
menyemburkan apinya. Sekilas tapi akurat. Hutan di depannya terbakar hebat.
“Tunggu
dulu, bukannya itu Draganold?” kata Dixa. Naga itu menoleh kepada Dixa.
“Halo,
Dixa! Aku diutus oleh Yang Mulia Shadow Ninja-Bot untuk menangkapmu, dan
kemudian kulahap kau hidup-hidup!” kata Draganold.
“Tak
akan kubiarkan!” bentak Dixa. Draganold melesat cepat menuju Dixa dengan
kecepatan 200 knot.
“Dia
mendekat! Dia mendekaaat!” jerit Rill.
“Target
Locked! Kau tak akan bisa kemana-mana, Dixa!” kata Draganold. Miyako maju ke
depan.
“Biar
kucoba mengecohnya. Kecepatan cahaya lebih cepat dari naga nuklir itu! QUICK
LIGHT!” kata Miyako. Ia mengeluarkan cahaya dari tangannya. Cahaya itu hanya
sekedip mata. Berhasil, Draganold terkecoh. Ia terjatuh.
“Ah,
aku masih ada kesempatan lain kali untuk menghabisimu, Dixa!” kata Draganold.
Ia pun terbang pergi. Dixa mengajak teman-temannya untuk kembali berjalan. Dedaunan
menutupi lubang besar di hadapannya. Dixa terjeblos ke dalam. BRUAK!
“Dixaaa…”
panggil Rill. Temannya itu jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam.
BERSAMBUNG…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar