Dixa,
Jason, dan Yuri benar-benar tidak bersemangat melihat lawan tandingnya tengah
bersenang-senang dan bergelimang kemewahan. Mencoba Lamborghini barunya,
sementara uang sebanyak itu akan diantarkan ke rumahnya. Menggandeng tangan
seekor monster wanita dengan dress pendek. Rupanya sungguh cantik dan menawan.
Dan anehnya, wanita secantik itu mau saja digandeng oleh seekor naga paling
bengis sedunia, Perdana Menteri paling biadab, dan sipir paling sadis sejagat.
“Dasar
Draganold. Sudah kubilang dia itu naga yang keparat dan tidak berguna. Errgghh…
jika membicarakannya darahku langsung memanas. Aku ingin menghajarnya lagi!
Hei, naga bengis! Kutantang kau bertanding sekali lagi!” teriak Dixa. Jason dan
Yuri menahan tubuhnya.
“Maaf,
sayang! Aku sedang menikmati semua kemenangan ini! Lain kali, jika kita
bertanding, pastikan kau mati, ya!” ledek Draganold. Dixa pun langsung keluar
dan menemui Dargon.
“Huh,
kalian lama sekali. Aku sudah mengantuk berat sekarang!” kata Dargon.
“Ayo,
kita ke Darkness Kingdom! Tak lama kemudian, Draganold akan segera sampai di
sana. Kita tidak boleh telat sedetik pun. Ayo, Dargon!” kata Dixa. Mereka
bertiga pun langsung naik ke punggung Dargon dan terbang.
“Apakah
kau bisa secepat Draganold?” tanya Yuri.
“Tidak,
Yuri. Aku tidak secepat Draganold. Entah kenapa dia begitu cepat. Bahkan,
spesiesnya saja tidak bisa menandingi kecepatannya,” sahut Dargon.
“Oh,
ya? Apa nama spesiesnya?”
“Nuclear
Dragons. Naga ini memang cepat dan amat langka. Mereka hidup di bawah tanah
yang belum terjamah oleh siapapun,” sahut Dargon. Tak lama kemudian, mereka pun
sampai di Darkness Kingdom. Gerbang depannya benar-benar besar. CTAARR! Petir
menyambar. Tidak ada seberkas cahaya pun. Di belakang mereka hanya ada
Metropolis City yang sudah rata dengan tanah. Sementara istana ini…
Benar-benar
seseram namanya.
“Uuhh…
sebesar Gedung Putih. Tapi, ini benar benar… seram. Hitam. Dan tentunya gelap,”
kata Jason ketakutan. Dargon pun membawa mereka terbang melewati gerbang. Di
dalamnya… semuanya benar-benar gelap. Jangan mengharapkan cahaya di sini.
Karena di sini, semuanya serba malam.
“Aku
takut…” kata Yuri.
“Tenanglah.
Tetap bersamaku, oke?” kata Dargon. Yuri mengangguk. Mereka berjalan beriringan
menuju istana terkutuk tersebut. Mereka sampai di pintu masuknya.
“Tenanglah,
biar coba kubuka,” kata Dixa. Ia mencoba membuka pintu itu. Namun, sepertinya
pintu besi metalik itu memiliki kode rahasia misterius.
“FIRE
BLAST!” kata Dargon. Dixa merunduk. Seketika, pintu di depannya itu hangus dan
bolong. Dixa dan lainnya melangkah masuk. Dixa merogoh saku celananya untuk
mengambil ponsel. Ia menelpon Sebas.
“Halo,
Sebas! Kau dimana?” tanya Dixa di teleponnya.
“Oh, hei Dixa. Kau sudah sampai di sini?
Cepat, aku ingin mendengar ceritamu, kenapa kau begitu lama?” sahut
Sebas.
“Begini,
sob. Jadi, tadi aku sudah sampai di Metropolis City. Karena lapar, aku dan
Jason mampir sebentar ke kedai makanan Jepang. Aku kaget karena mendengar
siaran berita tentang sebuah kantor yang terbakar karena serangan nuklir. Aku
langsung datang ke lokasi kebakaran tersebut,”
“Jadi kau sudah tahu siapa pelaku
serangan itu?”
“Ya,
aku tahu. Draganold. Dia pelakunya. Tak hanya itu. Aku juga dibawa pergi dan
dia meledakkan seluruh Metropolis City. Dan karena dendam, aku bertanding
dengannya di stadion, tapi kalah. Aku di sini sekarang,”
“Naga itu sudah keterlaluan. Baiklah,
nanti akan kita urus dia. Kau harus kemari. Dengar, sob, aku ada di balik
singgasana Raja. Oh, hai. Apa yang kau lakukkan? Hah, tunggu dulu! Jangan! Kau
mau bawa aku kemana, dan mau kau apakan aku? Jangan!” teriak
Sebas. Dixa curiga.
“Teman-teman,
sepertinya Sebas dalam masalah. Aku harus menolongnya. Kalian berdua,
berpencarlah. Dargon, cari kakakku. Kau, Yuri, cari Rill bagaimanapun caranya.
Cepat, cepat! Aku akan menolong Sebas!” kata Dixa. Mereka bertiga berpencar.
Sepertinya, SNB mendengar percakapan Sebas di balik singgasananya. Dan mungkin
karena ketahuan, robot itu menangkapnya. Dixa berlari di dalam lorong istana, mengikuti
jejak kegelapan yang jauh lebih pekat.
Jejak
yang jauh lebih pekat berarti adalah SNB. Jejaknya. Ia melihat sekilas mata
kelabu di dalam kegelapan. Mata Sebas.
“Sebas!”
jerit Dixa.
“Dixa!”
jerit Sebas. Lalu, langkah Dixa terhenti karena lampu-lampu dim berwarna ungu
di atas terhalang oleh kepakan sayap sekilas. Kelelawar, mungkin? Tapi,
warnanya terlalu mencolok untuk seekor kelelawar. Makhluk itu menatap tajam
Dixa dengan mata bioluminesensi-nya. Matanya yang berwarna merah terang menyala
dalam kegelapan. Lalu, ia mendarat di hadapan Dixa.
“Kau
berniat ingin menyelamatkan temanmu?” kata makhluk itu.
“Ya,
memang. Jangan halangi jalanku!” sahut Dixa. Tapi, sesaat kemudian, Dixa
membisu ketakutan. Ternyata, itu adalah Draganold.
“Dixaaa! Tidaaakkk! Dia ingin membawaku
ke penjaraaa!” suara Sebas terdengar samar-samar di depan
sana.
“Draganold! Ikut aku!” suara
SNB memanggil Draganold juga terdengar. Naga itu langsung terbang mengikuti
SNB. Dixa menoleh ke belakang. Tampak Yuri dan Dargon sudah kembali. Yuri
menggandeng tangan Rill, Sementara Dargon membawa Miyako diatas punggungnya.
“Lho,
kemana si Jason?” tanya Dixa.
“Kau
tidak lihat dia dari tadi?” sahut Yuri. Dixa menggeleng. “Lihat, siapa yang ada
duduk di belakang Kak Miyako?”
“Ah,
Jassy! Kukira kau kemana tadi!” kata Dixa. “Oh, ya. Aku melupakan Sebas!” kata
Dixa. Mereka semua berlari menyusul Dixa yang sudah berlari terlebih dahulu di
depan.
“SNB
akan membawa Sebas ke penjara! Dan Draganold juga mengikutinya!” kata Dixa.
“Tidak… aku kehilangan jejak mereka!”
“Tenanglah,
aku bisa menyusulnya,” kata Dargon. Ia langsung memberi tumpangan pada Dixa dan
Yuri. Menyusul SNB dan Draganold. Mereka melihat Sebas yang sedang dibopong
oleh SNB. Mereka berhasil menyusulnya, sementara Dixa berusaha meraih tangan
Sebas. Tapi, SNB melesat lebih cepat ke depan.
“Kau
takkan bisa meraih temanmu!” sambung Draganold. Ia mengeluarkan semburannya,
tapi Dixa menarik telinganya dan mengarahkannya ke atas. Atap istana itu jebol.
Draganold berusaha menyerang dan menggigit Dixa.
“Kejar
saja SNB! Akan kucoba mengecoh si naga bengis ini!” kata Dixa.
“Bagaimana
caranya? Kau tak akan bisa mengecohnya!” sambung Miyako.
“Aku
bisa,” sahut Dixa. Tanpa ragu, Dixa melompat keatas punggung Draganold. Kini,
ia menungganginya. “Akan kucoba mengendalikannya! Melajulah terus, Dargon!”
“Tidak!”
bantah Draganold. Naga itu terbang tak tentu arah. Dixa mengarahkan kepalanya
keatas, dan Draganold terbang keluar dari lubang bekas semburannya. Dixa
berusaha mengendalikan Draganold. Ia terbang bersamanya, walaupun sangat
berbahaya. Dixa melihat Dargon mengejar SNB dan melompati tembok pembatas. Tak
jauh dari istana, terdapat sebuah penjara bernama D’ Prison.
“Ah!
Aku harus menyelamatkan Sebas!” kata Dixa. Ia berjuang untuk mengendalikan naga
itu. Dixa menerbangkan Draganold menuju penjara itu. Ia melihat Sebas
dilemparkan oleh SNB di lapangan tahanan. Draganold berusaha mengeluarkan
semburannya kepada Dixa, tapi, Dixa membelokkan kepalanya dan alhasil, semburan
mendarat di atas lapangan tahanan dan mengenai SNB. Penjaga penjara melongok ke
atas.
“Hei,
lihat! Itu pak sipir! Apa yang dia lakukkan?” kata salah satu penjaga.
“Anak
remaja itu menunggangi sipir! Hei, pak sipir! Tadi, Kenny berbuat ulah lagi!
Kami tak berani berbuat macam-macam, karena dia berontak!” kata temannya.
“Ah!
Biar kuurus Kenny! Sebelumnya, biar kuurus dulu putranya!” sahut Draganold.
Dixa mendaratkan Draganold dengan terpaksa karena Draganold berusaha
menggigitnya terus-terusan.
“Waah!
Crash landing!” jerit Dixa. Draganold mendarat di atas lapangan tahanan. Dixa
turun dari punggungnya. Dan pengalaman mengejutkan yang ia lihat adalah:
melihat orang tuanya yang menjadi tahanan dan menemuinya.
“Ibu!
Ayah!” kata Dixa. Miyako juga menyusul. Keluarga Blue, keluarga Kuzenkov,
keluarga Sania, dan keluarga Ray saling berpelukan menemui anak-anak mereka.
“Hahaha!
Adegan yang menjijikan. Aku muak melihat kalian berpelukan! Bahkan, aku tidak
suka memeluk sama sekali! Pelukan itu menjijikan, tapi penyiksaan itu indah!”
kata Draganold.
“Nak,
ayah berusaha memberontak dari Draganold, tapi dia terus-terusan menyiksa ayah.
Sakit, tapi ayah baik-baik saja. Dia pernah membuat ayah masuk ICU dan hampir
terbunuh. Tapi, ayah meminum cairan penyembuh dan sembuh kembali,” kata Kenny.
Dixa terbelalak mendengar penjelasan ayahnya. Ia melirik Draganold.
“Drag!
Kau sudah benar-benar keterlaluan!” kata Dixa. Lalu, Draganold membawa Dixa,
Miyako, dan Sebas di tangannya. Sementara para orang tua itu dibawa oleh SNB
dalam perangkap bayangannya. Dargon membawa Jason, Yuri, dan Rill di
punggungnya untuk mengejar mereka. Mereka terbang menuju istana. Di sanalah
pertarungan dimulai. Di ruang takhta.
“THUNDER
BALL!” kata Dixa. Ia mengarahkan serangan itu kepada Draganold.
“SHADOW
LASER!” SNB membela Draganold dan membalas Dixa.
“Dixa!
Kau baik-baik saja?” tanya Rill. Dixa mengangguk.
“Aku
baik-baik saja, Rill,” sahut Dixa. Ia pun segera bangkit.
“SHADOW
BULLET!”
“NUCLEAR
BLOWS!” SNB dan Draganold menyerang mereka semua. DUAARR! Seluruh atap istana
jebol. Sangat gelap.
“Hehehe…
mereka pasti mati,” kata SNB. Namun…
“Hah!
Kata siapa kami mati?” kata Dixa. Ia melindungi dirinya dan mereka semua dengan
Thunder Shield, perisai petir.
“Ini
pasti karena seranganmu kurang kuat!” omel SNB kepada Draganold. “Kau pasti
gugup! Aku selalu tahu, kekuatanmu selalu melemah ketika kau gugup!”
“Ya,
aku memang gugup,” sahut Draganold memelas. SNB dan Draganold menoleh. Dixa dan
teman-temannya sudah memakai kostum keren.
“Aku
Thundboy!” kata Dixa.
“Aku
Light-Girl!” kata Miyako.
“Aku
Frozbyte!” kata Jason.
“Aku
Fireboy!” kata Yuri.
“Aku
Hypno Girl!” kata Rill.
“Dan
aku… Greyman,” kata Sebas. Mereka semua memegang pedang. Sebas punya kekuatan,
semuanya baru tahu sekarang. Mereka pun menyerang SNB habis-habisan.
“Teman-teman,
ayo kita kombinasikan kekuatan kita!” kata Dixa.
“THUNDER
BALL!”
“FLASH
LIGHT!”
“ICE
NEEDLE!”
“FIRE
LASER!”
“HYPNOTISM
ATTACK!”
“GREYMAN
PUNCH!”
“COMBO
SUPERPOWER!” kata mereka semua. BWOOSSHH… jantung SNB langsung terlubangi.
“Hanya
satu kata terakhirku… Draganold… kau dicabut jabatan…” kata SNB. Ia pun
langsung ambruk. Draganold sakit hati.
“Hanya
itu kata terakhirmu? Sial!” gerutu Draganold. Ia terbang keluar jendela. Mereka
semua langsung menjadi anak normal lagi. Tiba-tiba, di depan mereka ada portal
dimendi.
“Ayo,
kita pulang!” ajak Dixa. Mereka pun memasuki portal tersebut.
ooo0ooo
“Awas
saja jika aku bertemu anak-anak itu lagi. Akan kuhabisi mereka!” kata
Draganold. Muncullah portal dimensi di hadapannya.
“Ah,
portal. Aku akan ke Bumi dan memburu anak-anak itu!” katanya lagi. Draganold
memasuki portal dan tembus ke Machine City. Tapi… ini hutan yang tak jauh dari
Machine City.
“Lho?
Kok, hutan, sih? Kenapa aku ada di hutan? Dimana si Dixa dan teman-temannya?”
kata Draganold kebingungan.
“PRIAAKK!”
seekor elang melintas di depannya dan menabrak tubuhnya sehingga terjatuh.
“Tidaakk!”
jerit Draganold. Ia jatuh ke dasar hutan dan kepalanya terantuk batu.
ooo0ooo
CKLEK…
pintu rumah Dixa dibuka.
“Akhirnya…
rumah kita tersayang,” kata Kenny. Dixa mengangguk.
“Kita
akan tinggal di sini seperti dulu,” sambung Dina, ibunya Dixa. Miyako tersenyum
kecil. Satu keluarga bahagia kembali ke rumah mereka. Begitupun dengan
teman-temannya yang lain. Mereka sudah pulang.
TAMAT