Rabu, 04 Januari 2017

D’ VIRUS WARS (PART 5): WE ARE THE VIRUSFIGHTERS

Warga yang semula berkumpul dan merasa aman kini berlari tunggang langgang. Evolusi Deino menjadi Chimerus benar-benar berbahaya. Chimerus jauh lebih berbahaya dan lebih agresif.
“GRAARRHH…”
Suara raungan singa itu dikeluarkannya. Dixa terdiam. Sebas menunjuk Firedactyl. Reptil itu juga ikut berevolusi. Tubuhnya bertambah besar dan bertambah panas.
“Jika saja ada seekor Phoenix ataupun naga yang cukup kuat, aku tantang dia. Dijamin kalah! Apalagi kalian, umat manusia!” sombong Firedactyl. SSHH… suasana kembali memanas. Tubuh Firedactyl semakin terang. BLAR! Ia menembakan api besarnya dan membakar apapun yang ada di depan matanya. Kalau begini terus, Machine City akan bisa hancur terpanggang.
Sementara Dixa dan yang lainnya sudah mati kutu. Mereka sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tiba-tiba, Carlos teringat akan tetangganya, Lena Splendid. Lena adalah reinkarnasi dari seorang profesor bernama Match yang telah menciptakan Robo-World, robot-robot, dan termasuk anti-virus terkuat sejagat.
“Aku… aku akan berkonsultasi dengan Lena! Kau, Draganold, carilah Dogzer! Dia juga bisa membantu kita!” kata Carlos. Ia berlalu pergi meninggalkan mereka. Draganold yang asli segera pergi ke sebuah penjara. Ia ingin bertemu dengan Dogzer dan memintanya untuk melawan virus-virus itu juga. Dogzer pernah menjadi kepala sipir di D’ Prison dan pernah berlaku tidak adil kepada Kenny dalam waktu lama.
Setidaknya itu sebelum Dogzer lengser akibat Draganold. Kini, ia bekerja dalam penjara di Machine City. Dan orang-orang awam pasti menduga Dogzer adalah pria biasa. Namun, sebenarnya Dogzer adalah robot anjing German Shepherd ciptaan profesor Match. Bertemu dengannya adalah hal berbahaya, karena Dogzer yang tidak punya air liur itu dipercaya mengidap rabies.
Draganold berjalan santai menuju kantor Dogzer. Ia menuju ruangan kepala sipir dan menemukan Dogzer di sana. Ia tampak sedang menggigiti boneka tulang yang berdecit.
“Hai, Dogzer. Sepertinya aku butuh bantuanmu sekarang,” kata Draganold. Dogzer tampak memakai seragam sipir khas Machine City, namun bentuknya seperti seragam anjing pelacak. Ia memakai kain merah di lehernya. Dogzer menatap kosong Draganold, saingannya dulu yang menyebabkan dirinya jadi pengangguran sementara.
“GUK! GUK! GUK! GUK! Mau apa kau?! GUK! GUK! GUK! Apa yang kau lakukan di sini, Draggie?!” bentak Dogzer. Ia kemudian berdiri diatas mejanya dan menggigiti berkas-berkasnya. Dasar robot rabies.
“Aku butuh bantuanmu untuk mengalahkan virus-virus diluar. Bersediakah kau membantuku? Tentu saja itu ada imbalannya, Doggie. Setelah semua ini selesai, aku akan membelikanmu boneka tulang berdecit yang baru,” bujuk Draganold.
“Aha, imbalan yang menarik! GUK! GUK! Tapi, aku belum selesai menggigiti seisi ruangan!” sahut Dogzer. Draganold mengikat lehernya dan menyeret Dogzer keluar. “Aku belum selesai menggigit! GUK! GUK! Tunggu, ikatan ini terlalu kencang! Uweehh… uhuk-uhuk!”
Draganold membawanya keluar ruangan.
ooo0ooo
Carlos menuju ke rumah Lena dan segera berkonsultasi dengannya.
“Aku tahu anti-virus yang kau butuhkan, Carl. Ini dia, Emperor Anti-Virus. Jauh lebih baik daripada anti-virus manapun. Masukan ini ke laptopmu, kemudian kau bisa menyuruh para ahli komputer untuk memindahkan anti-virus itu ke tubuh mereka dan itu akan membunuhnya,” kata Lena.
“Baiklah, Lena,” sahut Carlos. Setelah mentransfer, Carlos pun pergi ke suatu tempat.
Ke markas pemadam kebakaran tempatnya bekerja.
Ia harus mengurus sesuatu. Tapi sebelum itu, Carlos ke rumahnya sementara untuk mengambil perlengkapan. Ia datang ke markasnya sambil menyeret karung berat berisi sesuatu. Sampai di sana, ia bertemu dengan montirnya.
“Hai, bolehkah aku meminjam Demon?” tanya Carlos.
“Oh, boleh saja. Untuk apa? Dan kenapa kau memakai sepatu khusus dan rompi anti peluru, sih, Carl? Ada masalah?” sahut sang montir.
“Nyalakan televisinya, dong. Ada peperangan di pusat kota. Sekarang, izinkanlah aku untuk memasang perlengkapan ini pada Demon,” kata Carlos. Montir itu mengizinkannya. Carlos mengambil isi karungnya. Ia mendekati sebuah mobil pemadam kebakaran yang terparkir. Ia memasangkan isi karungnya di sekeliling bodi mobilnya. Setelah itu, ia memasangkan sesuatu di knalpot.
Selesai itu, Carlos menyambungkan kabel-kabelnya dengan mesin dalam mobil. Hanya sebentar, kok. Lalu, selesailah sudah. Mobil pemadam kebakaran yang dipanggil “Demon” oleh para petugas yang ada di sana itu kini telah tampil beda. Carlos menaikinya.
“Santai saja, Demon. Oke, selamat tinggal! Saatnya masuk ke kokpit!” seru Carlos.
“Kokpit? Ah, terserah kau saja, Carl. Selamat tinggal!” lambai montir itu. Carlos menjalankan Demon dan menyalakan sirine.
ooo0ooo
Baku tembak dan baku hantam kembali terjadi antara warga, aparat, petugas medis, petugas pemadam kebakaran, dan Dixa juga lainnya. Dixa dari khayalan menunggangi Draganold khayalannya yang kembali menjadi naga dan menembaki Chimerus juga Firedactyl. Draganold yang asli sudah datang bersama Dogzer.
Dogzer menyumbangkan gonggongannya untuk menakut-nakuti virus-virus itu.
NGUAANNGG…
Raungan sirine terdengar dari kejauhan. Cahaya merah-biru melesat di setiap sudut. Lampu depan menerangi jalanan.
TOT-TOT!
Suara klakson dibunyikan. Sebuah mobil pemadam kebakaran tiba di tempat. Seorang pemuda mengendarainya dengan menggunakan gaya mobil rally. Mengepot dan mencoba segala macam gaya rally. SRIT… mobil itu mengepot.
Carlos keluar dari dalam. Ia membawa laptopnya kepada Sebas yang sekarang.
“Sebas, bawa ini pada pekerja gedung komputer! Beritahu jika ada anti-virusnya!” suruh Carlos. Sebas menurut dan membawa laptop itu kepada mereka, para pekerja.
“Hei, Carl! Kenapa ada tali yang membelit Demon?” tanya Dixa.
“Kau akan melihatnya sendiri. Ayo, masuk ke kokpit. Buka dulu rompi dan helm itu,” suruh Carlos. Dixa menurut dan membuka rompi dan helmnya. Lalu, ia mengikuti Carlos.
“Bawa senapan ini. Oh, ya. Kau akan membutuhkan jet pack,” kata Carlos. Carlos membuka tempat penyimpanan pada Demon. Isinya? Selang, tabung pemadam api, dan sebagainya. Carlos mengambil sebuah tabung pemadam api dan mengambil tali. Ia mengikatkan tabung itu di punggung Dixa.
“Hei, ini bukan jet pack! Ini pemadam api! Ini berat sekali! Lepaskan aku!” Dixa berontak. Carlos menenangkannya.
“Kubilang, masuk ke kokpit, Ishi-Dix…” kata Carlos. Ia mengajak Dixa masuk. Carlos mengendarai Demon secepat mungkin.
NGEENNGG…
Spidometer menunjukan angka kecepatan yang menakutkan.
100 km/h!!!
“TIDAK!!!” jerit Dixa. Semua orang yang ada di situ menyingkir. Carlos mengaktifkan wiper jendela, tapi, saat wiper itu bergerak, mencuat juga sesuatu. Dari alat yang dipasang Carlos tadi pada bodi Demon mencuatlah sepasang sayap. Dari knalpot dan alat yang dipasangnya keluarlah api. Turbo. WUSH… mobil mulai melayang perlahan.
“Oke, Demon, bersiaplah untuk pertarungan yang sesungguhnya!!!” seru Carlos. Ia mengeluarkan Wolf Blade dari belakangnya.
WUZZ…
Demon berubah. Ia berubah menjadi kuda, seperti Ganymede. Tapi, Demon adalah kuda putih. Dan yang lebih hebat, sayap itu juga menambahkannya keperluan tambahan. Sayap sungguhan. Makhluk mitologi legendaris bersayap itu telah muncul.
Makhluk yang terlahir dari darah Medusa.
Makhluk yang sekian lama menjadi pelayan Dewa Zeus untuk membawakan petir.
Makhluk yang menjadi tunggangan Bellerophon saat membunuh Chimera. Kini, Demon adalah seekor…
Pegasus.
“Woo!!! Dixa, tarik pemicunya! Lalu, semburkan busa seperti kau memadamkan api! Dan… TERJUN BEBAS!” kata Carlos. Dixa menurut. Ia menggunakan pemadam api itu dan terjun bebas. Ini seperti jet pack sungguhan. Carlos kini akan berhadapan dengan Chimerus. Sementara Draganold dan Dixa khayalan berhadapan dengan Firedactyl.
“Hei, lihat itu! Ada Pegasus!” tunjuk seorang warga. Mereka bersorak girang melihat seekor Pegasus tengah membubung tinggi di angkasa.
“Draganold! Alihkan perhatian Firedactyl, oke?!” kata Carlos sambil mengacungkan jempolnya.
“Oke, akan berusaha kualihkan!” sahut Draganold. Dixa menunggangi Draganold. Sementara Dixa yang asli melanggar peraturan Carlos. Ia dan jet pack-nya melayang ke langit.
“Diriku! Genggam tanganku!” kata Dixa yang asli. Dixa khayalan itu menggenggam tangan dirinya yang asli. Dixa pun membuang pemadam api itu dan menumpang pada Draganold. HYUSH… Draganold melesat pada kecepatan 200 knot dan kedua Dixa itu menembaki Firedactyl. Carlos menghadapi Chimerus dengan semangat berapi-api.
“Aku tahu Bellerophon pernah membunuh Chimera sambil menunggangi Pegasus. Dan sekarang, kejadian itu terulang kembali!” seru Carlos. Ia mengangkat Wolf Blade-nya dan menghujamkan samurai itu ke tubuh Chimerus. Satu… dua… tiga… Carlos telah sukses melukai Chimerus. Ia tak punya resistensi terhadap senjata seperti dirinya dulu, Deino. Ia tak ingin membunuh Chimerus langsung. Ia ingin menikmati pertarungan ini. Carlos berusaha melukai ekor ularnya, namun, kepala kambingnya membela. Kepala singa itu berusaha menggigit Demon.
Demon mengelak. SRING! Carlos menggores wajah singanya. Darah mengucur deras, namun Chimerus tak mati.
“GRAARRHH…” Chimerus meraung. “Sialan kau! Kemari kau, Anak Jelek!” seru Chimerus. BLAR! Draganold menyemburkan apinya ke tubuh Chimerus. Ia meraung kesakitan, namun sepertinya ia tak peduli dengan semburan api nuklir itu. Pertarungan berlangsung selama setengah jam, namun Sebas tak kunjung datang.
“Ayo, Draganold! Tunjukan kemampuanmu!” seru Dixa khayalan. Draganold terdiam. Ia membubung tinggi ke langit, lebih tinggi dari sini. “Tunggu, apa yang kau lakukan?! Ingat, aku punya asma! Jangan!”
“Tenang saja!” sahut Draganold. Ia membubung semakin tinggi. Oksigen semakin tipis diatas sana. Draganold berhenti di lapisan mesosfer. Kedua Dixa itu tak bisa bernafas.
“Akh… Drag, kau berusaha… membunuh… kami… akh…” kata Dixa yang asli dengan nafas tersengal-sengal. Draganold punya kemampuan istimewa, ia bisa bertahan di ruang angkasa. Lalu, Draganold menukik cepat ke bawah. Lebih cepat dari elang peregrine.
“Whoaaa… TIDAK!!! DRAGANOLD, APA YANG KAU LAKUKAN?! INI MENGERIKAN!!!” jerit kedua Dixa itu. Draganold menukik sangat cepat sampai moncongnya berapi karena bergesekan dengan atmosfer. Ia sampai ke kota dan melihat Chimerus dan Firedactyl yang berdempetan.
BLAR!
Energi besar dikeluarkannya, membuat mereka berdua terpental jauh, namun tidak mati.
“Kau belum melihat kekuatan sesungguhnya dari Draganold dan Carlos, huh? Rasakan ini!!!” seru Draganold. BWOOSSHH… Draganold menyemburkan laser nuklirnya. Chimerus dan Firedactyl berteriak kesakitan merasakan panasnya api dan radiasi nuklir membakar kulit mereka.
“Woo! Ini hebat, Drag!” seru kedua Dixa. Draganold berseru.
“Carlos! Tunjukan kemampuanmu!” seru Draganold. Carlos mengangguk. Sesaat kemudian, Chimerus mengerang kesakitan merasakan cakar besar tengah menyangkut di tubuhnya. Seekor serigala kelabu sedang mencakar dirinya. “Kerja bagus, Carl! Alihkan perhatian mereka! Akan kulihat keadaan para pekerja!”
“AUUU…” Carlos melolong. Tunggu dulu, Carlos? Ya, serigala itu Carlos. Draganold berbicara dengan para pekerja dan Sebas yang katanya akan menggunakan anti-virus itu.
“Hei, para virus! Lihatlah ini!” terdengar suara Sebas. Ia tengah mengendarai sebuah alat dengan moncong senjata yang mencuat. “Perkenalkan senjata buatan Computer Office! Senjata ini sudah dibuat sejak dua tahun lalu dan kami tinggal memasukkan anti virus ke dalamnya! Inilah dia, Emperor AV-8472!” seru Sebas.
Carlos menggenggam erat-erat Wolf Blade. Draganold sudah ancang-ancang mengeluarkan semburan terkuatnya. Sebas mengarahkan senjata itu sampai tepat kepada mereka berdua.
“Kalian! Persiapkan senapan dan pistol kalian!” seru Sebas. Para aparat memasang ancang-ancang untuk menembak Chimerus dan Firedactyl.
“Satu… dua… tiga… FIRE!” seru Sebas lagi. BWOSH! Laser raksasa berwarna putih itu langsung melesat cepat menuju kedua virus itu. Carlos menyambit samurainya. Draganold meledakkan mereka berdua. Aparat menembaki mereka.
BLAARR!
Semuanya telah meledak. Chimerus dan Firedactyl lenyap dari pandangan. Wolf Blade kembali ke tangan Carlos. Mereka semua turun ke tanah. Semua warga bertepuk tangan dan bersorak kegirangan. Draganold yang asli juga bersorak. Dogzer menggonggong.
“GUK-GUK-GUK! AUUU…” gonggongnya. Draganold khayalan berubah menjadi manusia. Rifle mendekatinya. Ia menepuk pundaknya.
“Tidak buruk, Nak. Kau lumayan hebat diatas sana. Aku sangat mengagumimu,” puji Rifle.
“Ya, terima kasih, Pak. Maaf aku telah menembak kakimu. Lain kali aku akan berhati-hati saat membela diri,” kata Draganold.
“Tidak apa-apa. Kalau bela diri, lebih baik pakai seni bela diri saja. Kudengar, kau itu jago krav maga dan karate,” kata Rifle. Mereka berjabat tangan. Draganold yang asli tersenyum melihat dirinya yang khayalan itu. Dogzer terdiam.
“Oh, ya. Sesuai janjiku, aku membelikanmu ini,” kata Draganold sambil melemparkan boneka tulang berdecit kepada Dogzer. Dogzer langsung menggigitinya.
“Lihat anak-anak itu! Ada yang menunggangi naga, ada yang menunggangi Pegasus!” kata seorang warga. Demon meringkik dan memamerkan sayapnya yang indah. Warga terkagum-kagum melihat pemandangan tak biasa itu. Seekor Pegasus tengah meringkik dan berdiri dengan dua kaki dengan gagahnya. Setelah itu, Draganold, Carlos, dan Sebas khayalan menjadi berbayang.
“Kami akan menghilang lagi ke alam khayalan. Ini atas pilihan kami sendiri. Dixa, kau ikut?” tanya Sebas. Dixa khayalan itu menggeleng.
“Aku akan masuk dan menyatu dengan diriku yang asli,” sahutnya. “Dari dulu, aku ingin sekali memiliki kepercayaan kepada orang lain. Dan sekarang, aku punya satu orang yang bisa kupercayai,” kata Dixa. Ia mendekati Draganold dan tersenyum kepadanya.
“Terima kasih telah mempercayaiku. Maafkan aku, Dix,” kata Draganold.
“Aku tak pernah dendam kepadamu,” sahut Dixa. Ia mendekati Draganold dan memeluknya erat-erat. “Selamat tinggal, Drag,”
“Selamat tinggal, Dixa,” kata Draganold. Kemudian, sosok-sosok khayalan itu lenyap. Dixa khayalan menembus tubuh Dixa yang asli dan menyatu dengannya. Semua orang di Machine City benar-benar bahagia hari itu. Carlos datang kepada Demon dan menarik tali kekang di mulutnya.
“Ayo, kita kembali ke markas dan mencopot seluruh perlengkapan terbangmu. Kau mobil, bukan pesawat. Kau minum solar, bukan avtur,” kata Carlos. “By the way, aku akan mentraktirmu solar setelah bahan bakarmu habis saat terbang,” kata Carlos lagi. Ia pun menunggangi Demon dan kembali ke markasnya. Dixa tersenyum gembira karena telah berhasil menyelamatkan orang-orang.
ooo0ooo
Di sebuah tempat…
Sebuah markas berisi robot-robot teroris. Bos mereka sedang duduk di ujung ruangan. Pembantunya melangkah dan mendekati bosnya.
“Bos, aku mengumpulkan data-data orang terkuat di Machine City. Mereka telah berhasil mengalahkan virus. Takutnya mereka akan mengalahkan bos juga. Apa yang akan bos lakukan?” tanya pembantunya.
“Aku akan…” kata bosnya.
“Membunuh mereka,”

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REVIEW BUKU: HOLY MOTHER BY AKIYOSHI RIKAKO

Judul: Holy Mother Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Genre: mystery, thriller, crime Rating: 4.9/5 Buku yang ...