Hari
demi hari dilalui oleh Karin. Ia masih bingung terhadap perkataan yang
dikeluarkan oleh hantu Harada. Harada bilang, dirinya bereinkarnasi menjadi
Karin. Dan soal Yuichi…
Karin
sama sekali tak pernah mengenali Yuichi, apalagi bertemu dengannya. Tapi kata
Yuichi, ia sempat mengenal Karin dan bertemu dengannya. Tidak hanya sekedar
kenal, melainkan kenal lebih dekat. Apa yang dikatakan Yuichi, Karin tidak
tahu. Harada tidak pernah menampakkan dirinya lagi. Bicara saja juga tidak.
Itulah, Karin menyimpan pertanyaan besar dalam dirinya.
Entah
kapan itu akan terjawab.
Pada
suatu hari, Karin tidur diatas ranjangnya saat malam hari. Ia mengingat
sesuatu, seperti yang diingatnya semasa kecil.
Kehidupannya.
Orang
tuanya tidak tahu darimana Karin tahu asal-usul tentang kehidupannya. Karin
selalu menceritakan hal-hal tentang kehidupannya dan perasaannya kepada orang
tuanya dengan bahasa yang cadel. Mana mungkin anak usia 3 tahun bisa
menceritakan hal itu secara rinci?
Ini
tidak seperti pengalaman. Jauh lebih seperti memorinya. Tapi semua memori itu
hilang ketika Karin menaiki sepeda roda tiga.
“Sepeda loda tiga, sepeda kesayaganku.
Sepeda loda tiga, sepeda kesayaganku. Aku suka, aku suka. Aku suka naik sepeda
loda tiga. Kalau sudah jago sepeti ini, aku akan coba utuk cepat!”
Sepeda itu melesat dengan kecepatan
tinggi. Tiba-tiba, sebuah batu koral membuatnya oleng, dan… BRUAK! Karin kecil
dan sepedanya jatuh. Dan lebih parah lagi, kepala Karin terbentur batu cukup
besar. Kepalanya bocor, dan sebagian ingatannya hilang. Amnesia.
Sebagian memorinya sudah menghilang,
tapi ia mencoba untuk mengingatnya kembali.
Tidur
Karin sangat nyenyak, dan ia bermimpi.
Memory
All alone in the moon light
Suara
lagu itu mengalun, tapi tiba-tiba berhenti. Karin berada di suatu tempat.
Sekolahnya. Ia bertemu dengan seorang wanita cantik berambut merah dan bermata
merah darah. Kulitnya juga putih, dan senyumannya manis. Cantik sekali. Di
sampingnya, ada seorang lelaki tampan berambut hitam dan bermata kelabu.
Dua
orang yang tak ia kenal itu bercakap-cakap. Karin melihat seorang lelaki
berambut cokelat dan mata yang tertutup poni berhenti di depannya.
“Kau
cantik…” puji lelaki itu.
“Terima
kasih…” sahut Karin.
Beautiful girl… wherever you are
I knew when I saw you, you had opened
the door
Suara
lagu itu mengalun, dan berhenti juga seketika. Kedua lelaki itu masing-masing
bicara pada kedua gadis di hadapan mereka.
“Boleh
aku memilikimu? Apakah aku bisa berteman atau berpacaran denganmu?” kata mereka
berdua. Kedua gadis cantik itu bengong. Mereka tak mengerti apa yang dimaksud.
Doegopa neoui oppa
Neoui sarangi nan neomu gopa
Doegopa neoui oppa
Neol gatgo mal geoya dugo bwa
Lagu
itu juga mengalun, lalu berhenti.
“Ya,
tentu saja boleh,” sahut mereka berdua bersamaan. Karin tersenyum kepada pria
berambut cokelat itu. Matanya tidak kelihatan.
Kkwak jaba nal deopchigi jeone
Nae mami neol nochigi jeone
Say what you want
Say what you want
Niga jinjjaro wonhaneun ge mwoya
Lagu
itu kembali mengalun, tapi hanya menampilkan refrain-nya saja. Lelaki itu
memeluk tubuh Karin. Karin menutup matanya, dan begitu membuka matanya…
Ia
berada di dalam sel.
“Hanya
mimpi? Apa arti mimpi itu yang sesungguhnya?” gumam Karin. Ia perlahan-lahan
mengingat kejadian dalam hidupnya. “Berapa lama lagi aku akan dikurung di
sini?”
“Paling
sebentar lagi,” suara seorang lelaki memecah kesunyian malam.
“Yuichi?
Hai, apa kabar. Kenapa kau mampir ke selku tengah malam begini?” tanya Karin.
“Oh,
tidak. Hanya mampir. Aku barusan ketiduran dan bermimpi aneh,” sahut Yuichi.
“Aku
juga,” kata Karin. Ia melihat Yuichi di depannya yang seolah tak pernah
berhenti tersenyum, namun tidak menyeringai. Kepala Yuichi tersangkut di jeruji
besi.
“Perlu
bantuanku? Sepertinya kau amat kesulitan,” tawar Karin. Yuichi mengangguk.
Karin akhirnya bisa mengeluarkan kepala Yuichi.
“Terima
kasih, Karin,” kata Yuichi.
“Ya,
sama-sama,” sahut Karin. CKLEK… GREEKK… jeruji besi dibuka oleh Yuichi.
“Ayo,
kau harus keluar melihat bulan purnama malam ini. Bulan diluar sangat indah,” kata
Yuichi.
“Oh,
ya. Tentu saja,” sahut Karin. Ia pun melangkah keluar dari dalam sel. Semua tahanan
tidur. Para penjaga lenyap dari pandangan. Tidak ada lampu karena mati lampu. Hanya
ada cahaya purnama yang begitu indah melesat masuk ke dalam jendela tanpa
gorden itu.
Karin
berjalan keluar menuju lapangan. Cahaya bulan tampak terhalang oleh pagar besi.
Karin menengok ke belakang. Gedung penjara itu memiliki sebuah tangga yang
menempel di temboknya. Karin dan Yuichi memanjat tangga itu dan duduk diatas
penjara sambil menikmati indahnya bulan purnama. Karin tersenyum lebar,
sementara Yuichi tersenyum kecil. Mata biru Yuichi yang indah diterpa cahaya
purnama. Tampak sangat jernih, bagaikan sebuah kaca.
KRIK…
Lalu,
mata Karin mengkilat.
“Aku
tak pernah melihat ini bersama seseorang. Seumur hidupku, aku hanya pernah
menikmati bulan purnama dulu, saat aku masih memiliki rambut merah,” ujar
Karin.
“Kau
telah mengalami Déjà vu sekarang. Aku juga mengalami hal yang sama sepertimu. Kejadian
ini sama persis seperti aku pernah mengajak seorang remaja SMA saat kemping
pramuka,” sahut Yuichi. Karin mengangguk. Bulan itu benar-benar indah,
membuatnya kembali mengantuk.
“Oh…
ya… tentu saja… hooaahhmm…” kata Karin. DUG… Tubuh Karin terhuyung dan menabrak
sesuatu di sisi kanannya. Sesuatu yang empuk. Mata Karin tertutup, namun ia
masih setengah sadar. Ia menghirup wangi yang terkesan begitu gentleman.
“Parfum
pria. Oh, benar-benar macho dan gentleman…” gumam Karin pelan. POK-POK…
“Hehehe…
tak apa, Karin. Tidurlah,”
ooo0ooo
Gadis
itu tertidur pulas. Tampak wajah cantiknya kaku dan membeku. Tubuhnya sama
sekali tak bergerak. Ia tengah digendong oleh seseorang. Sesekali, orang yang
menggendongnya membelai rambut cokelatnya yang indah.
Yang
menggendongnya seorang lelaki. Rambut cokelatnya berkibar perlahan diterpa angin
malam. Gadis itu dibawa ke “kamar” tidurnya. Sampai di kamarnya yang hangat,
lelaki tampan itu meletakan sang gadis diatas ranjangnya.
“Kuharap,
kau segera bebas dari sini,” kata lelaki itu seraya mengunci kamarnya.
ooo0ooo
“Kau sudah bertemu Shiro?”
“Kau sudah bertemu Shiro?”
“Kau sudah bertemu Shiro?”
Suara
halus Harada masuk ke dalam mimpi Karin. Harada dalam mimpinya membuka gorden.
“Bangun, Rin. Saatnya kau bertemu Shiro,”
kata
Harada. SRING! Sinar matahari menerpa wajah Karin. Karin terbangun.
“Apa-apaan
kau, Harada? Bukankah sudah kubilang, aku belum bertemu Shiro?” kata Karin. “Tapi
rasanya, aku sudah menemuinya, deh. Mungkin dia akan datang sebentar lagi,”
“Karin…
kau sudah bangun, kan?” terdengar suara Yuichi di belakang Karin.
BERSAMBUNG…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar