Karin
tertunduk. Ia menghapus sebagian air matanya. Ia merasa tak melakukkan apapun.
Ini fitnah. Pria itu memfitnahnya. Aku
tak bersalah… aku tak bersalah… batin Karin dalam hati. Ia melongok ke
belakang. Keadaan begitu gelap. Dahulu, ia tinggal di Tokyo, tapi sekarang ia
tinggal di sebuah kota kecil yang terbilang sepi dan rawan kejahatan.
Dahulu,
orang tuanya selalu menjaganya agar tidak terkena masalah. Tapi sekarang,
mereka berdua sudah…
“Lupakan,”
gumam Karin. SRIITT… mobil ini berhenti di depan kantor polisi. Karin digiring
oleh dua orang polisi masuk ke dalamnya. Dia langsung dihadapkan dengan seorang
polisi. Ia disuruh duduk di kursi. Polisi itu menunjukkan secarik kertas
bertuliskan namanya. Dia ketua polisi. Chief Minato.
“Duduklah,
Nak. Nak, saya ingin bertanya. Kenapa kau tega menjambret tas seorang wanita?
Kau menginginkan apa di dalamnya?” tanya Chief Minato.
“Dengar,
Pak. Aku hanya difitnah. Pria itu, pria itu memfitnahku menjambretnya. Aku
tidak bersalah! Aku tidak bersalah!” kata Karin.
“Sstt!
Diam, Nak! Pembelaanmu itu sudah keterlaluan. Kami terpaksa meletakkanmu di
sel,” sahut Chief Minato. Karin dimasukkan ke dalam sel penjara yang ada di kantor
polisi tersebut. Ia tidak menyangka jika harus merasakan mendekam sementara
dalam jeruji besi seperti ini.
ooo0ooo
Selama
seminggu Karin telah mendekam di dalam sel. Sudah lelah juga Karin menjalani
hari-harinya yang berat selama di sel. Hingga pada saatnya, seorang polisi
membuka jeruji besi yang mengurung Karin.
“Ikut
aku, Karin,” katanya. Karin mengangguk. Ia berjalan keluar. Sebuah mobil
Chevrolet-persis seperti mobilnya dulu telah terparkir di depan kantor polisi.
Sang sopir mempersilahkan Karin masuk ke dalamnya. Ia pun masuk.
“Ada
apa ini sebenarnya?” tanya Karin keheranan.
“Kau
lupa, ya? Kau akan dibawa ke pengadilan untuk disidang lebih lanjut,” sahut
polisi itu. Karin masuk ke dalamnya. Mobil itu berjalan santai menuju ke
pengadilan. Sesampainya di sana, Karin menginjakkan kakinya di tanah dengan
gemetar. Ia tak menyangka, hanya gara-gara fitnah semuanya akan berakhir dengan
keputusan hakim di pengadilan.
Ia
tak biasa menatap para wartawan dan reporter yang dari tadi terus menanyai
segala-galanya. Ratusan kamera handphone maupun kamera digital telah berhasil
memotretnya. Mata Karin tak biasa melihat kilatan lampu blitz sebanyak ini.
Pupil matanya mengecil. Karin pun memasuki ruangan pengadilan yang besar dan
ber-AC.
Tak
lama kemudian, ia pun duduk di kursi terdakwa. Bersama pengacara yang
mendampinginya, ia mulai berbicara. Panjang lebar ia jelaskan. Sampai pembelaan
yang diajukannya dengan isak tangis.
“Tolonglah,
pak hakim… mengertilah… ini fitnah, mengerti?” kata Karin sambil terisak. Sang
hakim menatap tajam Karin.
“Tidak!
Saya tidak mempercayai cerita omong kosongmu itu, Nak! Kau berbohong pada hakim
pula. Okelah, kau akan dihukum, Nak. Saya masih memberikan keringanan padamu.
10 bulan hukuman penjara!” kata sang hakim sambil mengetukkan palunya. Ia
menolak mentah-mentah omongan Karin.
Karin
sangat sedih, dan teringat sekolahnya yang baru akan direnovasi ulang, dan
pekerjaan itu memakan waktu 10 bulan. Cukup untuk masa hukumannya sekarang.
ooo0ooo
Karin
bersama dengan tahanan lainnya, yang seluruhnya adalah pria dibawa ke sebuah
penjara ketat bernama Hard Prison. Karin dibawa ke pintu masuknya, dan
dijejerkan dalam lapangan tahanan. Lapangannya sangat luas.
“Berbaris!”
suruh salah seorang penjaga. Karin dan lainnya berbaris rapih. Suara kedepuk
sepatu pantofel terdengar jelas. Seseorang datang. Sang kepala sipir. Sipir
berambut cokelat muda dan bermata biru itu berdiri tegak di hadapan 11 tahanan
baru.
“Hai,
semuanya. Namaku Yuichi, dan aku adalah sipir kalian. Tahukah kalian kenapa
kalian dikirim kemari? Kenapa kalian berbuat salah? Padahal kalian tahu itu
salah. Dan lihat gadis ini. Nekad sekali dia berbuat kesalahan,” kata Yuichi.
Matanya menatap Karin. “Apakah kita pernah bertemu, sis? Kurasa, aku pernah
mengenalmu dengan dekat,”
“Huh,
jangan sok kenal! Aku tidak berbuat kesalahan di sini! Lagipula kau siapa,
Yuichi? Aku difitnah sehingga aku masuk kemari,” kata Karin dengan mata sembap.
“Sudahlah!
Masukkan semua tahanan ini ke dalam sel mereka! Tunjukkan juga sel-sel mereka!”
kata Yuichi. Para penjaga menggiring tahanan ke dalam selnya.
“Sipir
Yuichi, kau berani sekali bicara dengan tahanan-tahanan berbahaya itu,” kata
salah seorang penjaga.
“Hei,
bro, siapa yang kau panggil Yuichi? Namaku Shiro, tahu!” bentak Yuichi.
“Tapi
pak sipir, namamu kan, Yuichi,” sahut penjaga itu.
“Oh,
iya. Sepertinya aku terlalu terbawa suasana,” kata Yuichi. Ia berlalu
meninggalkan penjaga itu. “Sepertinya aku pernah mengenal tahanan wanita itu,
deh. Tapi dimana, ya? Siapa dia?”
ooo0ooo
Karin
digiring oleh penjaga menuju selnya. Sel itu tentu tidak senyaman kamarnya.
Tapi, masih layak untuk ditempati selama 10 bulan saat masih menjadi tahanan.
Karin masuk ke dalam selnya. Ia tinggal sendirian, tak ada tahanan lain yang
menempatinya. Karin kembali mendekam di balik jeruji besi untuk terakhir
kalinya.
“Semoga
ini yang terakhir,” gumam Karin. Karin pun tertidur di atas kasurnya.
ooo0ooo
TOK-TOK-TOK!
“Hei, bangun, Nona! Nona, bangunlah…” terdengarlah
suara seorang lelaki. Karin menggeliat dan perlahan membuka mata hijaunya. Ia
berusaha bangun. Lelaki itu tersenyum. Karin pun belum bisa melihat secara
pasti. Penglihatannya masih buram. Namun, dari seragam hitam lelaki itu, ia
bisa menebak siapa sang lelaki.
Sipir
penjara, Yuichi-san.
“Hmmh…
apa aku berbuat kesalahan, sipir Yuichi?” tanya Karin sambil terkantuk-kantuk.
“Konichiwa,
Karin-chan. Baru bangun tidur? Kau tidak berbuat kesalahan. Saatnya keluar,
Rin. Kau harus menikmati udara segar. Di sini pengap, bukan?” kata Yuichi
dengan lembut. Karin kembali segar dan Yuichi membuka jeruji besinya. Karin
menatap kosong kepada Yuichi yang dari tadi terus tersenyum kepadanya.
KRIK…
Suara
berderit terdengar dari jam tangan yang dipakai oleh Yuichi. Ia melihat jamnya.
14.30 feel o’ clock. Mata Karin mengkilat sekilas. Lalu… DEPP… angka dalam jam
digital itu mati. Ia pun mengajak Karin keluar dari penjara. Lapangan luas itu
telah menanti kehadiran Karin.
Karin
pun sampai diluar. Ia menghirup udara segar, walaupun cuacanya benar-benar
panas. Karin hanya sendirian diantara para tahanan yang kebanyakan pria.
“Aku
sendirian… tidak ada siapa-siapa… cepat atau lambat, sipir dan penjaga lainnya
akan menyiksaku…” gumam Karin pada dirinya sendiri.
“Tidak, tidak… kau tidak sendirian,
Karin…” terdengar suara gadis remaja. Lembut dan lirih. Karin
menoleh, berusaha mencari sumber suara itu.
“Aku disini…” suara
itu kembali terdengar. Karin menoleh ke belakang. Seorang gadis remaja cantik
berambut merah sedang tersenyum kepadanya. Tubuhnya tembus pandang, dan kakinya
tidak menapak di tanah. Ia duduk di sisi Karin.
“Kau…
kau… apa kau hantu?” tanya Karin.
“Ya, aku memang sudah menjadi hantu.
Tapi dahulu kala, aku pernah hidup di dunia ini. Sekarang, aku hidup dalam
dirimu, Karin,” kata hantu itu.
“Jadi
hantu, apa kau punya nama?”
“Tentu saja aku punya nama, sayang.
Namaku adalah Harada. Aku meninggal dalam usia 17 tahun, dan aku pernah
bersekolah di SMA Dreamland sama sepertimu. Tapi setidaknya, aku telah pergi 20
tahun yang lalu,” sahut Harada.
“Harada?
Namamu sama seperti nama khayalan yang kusebut dulu!” kata Karin girang.
“Aku hidup dalam dirimu, Karin. Dahulu,
aku memiliki kekasih bernama Shiro. Shiro itu tinggi, tampan, dan gagah. Aku
menyukainya. Tapi, pada suatu malam, seseorang membunuh kami berdua,”
“Shiro?
Boleh aku tahu bagaimana rupa Shiro? Aku ingin mengenalnya lebih dekat. Tapi,
namanya kan, tidak ada dalam catatan sejarah. Boleh kan, aku tahu siapa
Shiro-mu?”
“Alah, tak perlu kujelaskan secara
rinci, lah. Kau akan mengenal siapa Shiro nantinya. Dan sebenarnya, kau sudah
bertemu dengan Shiro. Kau akan menjalin hubungan dekat dengan Shiro nantinya.
Entah kau bersahabat atau berpacaran,” kata Harada. Ia pun
menghilang.
“Menjalin
hubungan dengan Shiro? Dia kan, sudah mati 20 tahun yang lalu bersama Harada.
Idih, mana aku mau menjalin hubungan dekat dengan hantu?” gumam Karin.
TENG-TENG-TENG!
“Tahanan
semuanya! Kembali ke sel tanpa pengecualian!” terdengar suara Yuichi yang
bergema dari kejauhan. Karin terpaksa menuruti kata sipir itu.
ooo0ooo
Pukul
delapan pagi…
“Tahanan
semuanya! Waktunya bersih-bersih!” Yuichi mengumumkan lagi. Karin mengambil
kain pel dan mengepel lantai. Ada yang menyapu juga, dan membersihkan jendela.
Karin melongok keluar jendela. Bunga-bunga sakura bermekaran. Ia tak bisa
kemana-mana. Mengepel… mengepel… dan mengepel lagi.
“Haah…
aku sebal mengepel terus-terusan,” keluh Karin. Ia pun beristirahat sebentar
dan meletakkan pelnya. Yuichi berdiri di tengah lorong bersama para penjaga,
memperhatikan tahanan yang sedang membersihkan ruangan. Karin berjalan.
Tapi,
lantai sangatllah licin. Mereka tidak memeras pelnya, sehingga lantai begitu
basah. SLEERR… Karin terpeleset, dia tidak bisa berhenti.
“Whoa…
tidaaak!” jerit Karin.
“Hei,
hati-hati, Nona!” teriak salah seorang penjaga. Karin tak bisa mengendalikan dirinya.
Tubuhnya terus terbawa ke depan. Dan di depannya, seseorang sepertinya akan
ditabrak oleh Karin.
“Awaaas!”
teriak Karin.
“Waaah!”
teriak lelaki yang ada di depannya. BRUGH! Karin menabrak lelaki itu.
KRIK…
suara seperti deritan jam tangan Yuichi kembali didengarnya. Karin terjatuh
diatas tubuh lelaki itu. Ia membuka matanya.
“Ah,
maaf. Aku, aku tidak sengaja. Aku tidak sengaja. Maafkan aku,” kata Karin
sambil berusaha berdiri. Ia melihat wajah ceria lelaki itu. Ia mengenalnya.
“Yuichi-san?
Maafkan aku, oke?” kata Karin. Yuichi tidak marah, ia hanya tersenyum.
“Ah,
tidak apa-apa. Aku lebih sering dihajar oleh tahanan daripada hanya ditabrak
dengan tidak sengaja,” sahut Yuichi. Seorang penjaga menghampiri Yuichi.
“Pak
sipir, kau tak apa?” tanyanya.
“Tidak,
aku baik,” sahut Yuichi sambil mengusap kepalanya. Pipi Karin mulai memerah.
Matanya mengkilat sekilas. Senyumnya merekah. Ia mulai bergumam sambil terus
mengepel.
“Sekarang
hanya dia yang bisa kupercayai,” gumam Karin.
“Kau sudah bertemu Shiro, bukan?” terdengarlah
suara Harada. Karin tidak mengerti perkataannya.
“Harada,
kenapa kau bertanya demikian? Aku belum bertemu dengan Shiro. Dan kau, kenapa
kau terus menghampiriku?” protes Karin.
“Itu karena aku hidup dalam dirimu. Kau
adalah aku, dan aku adalah kau. Kau adalah reinkarnasi-ku. Itulah kenapa kau
selalu menyebut nama Harada saat kau masih kecil. Karena aku bereinkarnasi, dan
berubah menjadi kau,” kata Harada. Karin terkejut.
“Apa?!
Aku reinkarnasi-mu?” tanya Karin. Harada menghilang.
BERSAMBUNG…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar