Minggu, 21 Mei 2017

ETERNAL HOSTILITY (PART 5): THE KILLER


Pria itu, dia selalu membuat wanita manapun terpana. Sudah kaya, pintar, tambah lagi dia sangat tampan. Wajahnya seperti patung yang dipahat. Dia bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran. Walaupun pekerjaannya begitu, ia sebenarnya lebih cocok menjadi detektif, ilmuwan, ataupun binaragawan. Ya, ya. Dia sangat perfeksionis dalam menjalankan tugasnya. Dan, yang kalian tidak bisa percayai adalah sesuatu yang membuat hidung kalian mengucurkan darah dibalik bajunya.


Perut kotak-kotak, dada bidang, dan lengan yang lumayan berisi. Tidak hanya itu, tambah lagi rambutnya berwarna cokelat muda, kulitnya putih seperti salju, juga matanya yang berwarna turquoise seperti kawah gunung berapi. Namun, wajahnya datar dan dia agak jutek. Justru itulah daya tarik para wanita untuk terus berjuang memilikinya, karena pria yang satu ini susah dibujuk. 

Juga, dia adalah werewolf. Namun, werewolf baik hati. Jauh di dalam dirinya, saat ia sedang menjalani banyak hypnotherapy, banyak sekali sifat aslinya yang keluar. Termasuk sifat buruknya yang jauh terpendam di alam bawah sadarnya...

Hasrat ingin bertarung.

***
Carlos sedang berendam di bak berisi air dingin, untuk mendinginkan suhu badannya yang meningkat drastis akibat terbakar. Untunglah, ia selamat dan tubuhnya masih utuh. 

"Kau sudah selesai atau belum, Carl?! Cepatlah pakai bajumu, di bawah ada tamu!" seru Nelson dari luar kamar mandi. Carlos segera memakai handuknya dan keluar. Lalu, ia memakai baju dan turun ke bawah.
 ***
Tamunya adalah seorang pria berjas. Ia tersenyum lebar begitu melihat Carlos dan Nelson datang.

"Halo, Carl!" sapanya ramah. Carlos duduk di sofa yang berseberangan dengan pria itu.

"Siapa kau?" tanya Carlos.

"Cobalah kau ingat lagi." Sahut pria itu. Carlos mendongakkan kepalanya ke atas. Mencoba mengingat. Namun, ia tidak bisa mengingatnya, namun, ia ingat bacaan yang ia baca di sebuah situs tentang biografi seorang pria.

"Pria itu dulunya seorang Perdana Menteri dan seorang kepala sipir penjara. Dulunya, ia adalah seekor naga. Ia begitu sadis, pernah dua kali mencoba membunuh seorang remaja lelaki. Rencana pembunuhannya pertama kali adalah memukuli tubuhnya berkali-kali, menyiram tubuhnya dengan alkohol, lalu membakarnya. Ia masih bertahan, namun, kaki kanan dan tangan kirinya dipotong. Pria itu kabur tanpa memikirkan korbannya.

Remaja itu utuh kembali dengan sebuah obat ajaib.

Rencana kedua adalah pembunuhan yang sangat sadis, bahkan kelewat sadis. Ia mencabik-cabik tubuh remaja lelaki yang utuh kembali tersebut dengan segala macam alat penyiksaan abad pertengahan. Sampai semua daging terkoyak tanpa bentuk. Anehnya, remaja itu masih bertahan dengan tubuh tak berbentuk, hanya segumpal daging merah yang tercabik.

Rambutnya tinggal sisa sedikit, dan organ dalamnya kelihatan. Akhirnya, sang pria mencabut jantung remaja itu dan ia pun mati.

Namun anehnya, ada aja, sih, rejeki nomplok. Remaja itu utuh dan hidup kembali dengan obat ajaib. Orang-orang memang baik dan menghidupkannya kembali."

"Aku pernah membaca biografi-mu di sebuah situs. Itu memang kau. Kau... Draganold Bruno. Dasar kau memang pria yang sadis! Kau membunuh remaja itu tanpa rasa belas kasihan!" seru Carlos dengan tatapan berapi-api.

SREG...

Pintu rumah Carlos terbuka lebar. Seseorang masuk.

"Aha! Itu dia remaja yang kau bunuh, bukan?! Dia utuh kembali! Dia utuh kembali! Apa yang telah terjadi di zaman ini?! Apakah alat-alat kedokteran begitu canggih sehingga bisa menjadikan mayat tak berbentuk menjadi utuh sempurna dan hidup kembali?!" Carlos mulai menggila tanpa sadar. Ia melihat remaja itu berdiri di depan pintu. 

Kau tidak perlu takut dengannya, karena kau sudah pasti mengingat namanya. Remaja itu bernama Ishida Dixa. Lihat, namanya sudah basi, bukan? Kalian sudah sering mendengarnya, tapi cerita kematiannya tak pernah dipublikasikan.

Dixa berjalan mendekati Draganold dan bertanya.

"Ada apa dengan Carlos? Kau tahu dia kenapa?" tanya Dixa.

"Entahlah. Ia kaget melihatmu utuh. Tunggu dulu! Kau adik sepupunya, bukan? Bukannya dia sudah tahu bahwa kau mati dan utuh kembali? Sial... kenapa aku tidak menyadarinya. Dia terkena amnesia." kata Draganold sambil geleng-geleng kepala.

"Ah, berita basi saja masih tidak kau sadari. Bukankah kau agen rahasia? Seharusnya kau tahu soal ini sejak lama." sahut Dixa. Dixa mendekati Carlos.

"Jauhi aku, mayat hidup! Jauhi aku! Kembalilah ke kuburanmu! Kuburanmu menanti kepulanganmu kembali!" jerit Carlos.

"Hmmph... Mmhh... Huahahahahahaha! Hahahahaha!" Draganold tertawa terbahak-bahak. Kemudian, dilanjutkan dengan tawa Dixa yang lebar. Mereka saling mentertawakan satu sama lain. Tak lama kemudian, Nelson juga ikut tertawa. Sementara itu, Carlos hanya terdiam.

"Jawabanmu lucu sekali, Carlos! Dixa tidak tinggal di kuburan sekarang ini, tapi di rumahnya! Hahahaha..." Draganold tertawa sampai mengeluarkan air mata. Selanjutnya, mereka semua kelelahan tertawa. "Hah... sudahlah. Pikiranmu tidak karuan. Sebaiknya aku panggil terapis saja."

Draganold menelpon terapis. Namun, yang ada hanyalah suara dengusan nafas terengah-engah.

"Halo? Terapis? Terapis? Halo? Anda di sini? Halo?" Draganold tidak mendapatkan jawaban. Hanya ada suara pria yang mengerikan menjawabnya.

"Aku lapar dan haus... aku lapar dan haus... tidak, ada yang lebih kuinginkan dari itu. Jadi, kau Draganold Bruno? Kudengar, kau telah membunuh Dixa dengan cara yang sadis. Kurasa aku juga. Aku akan membunuh dengan cara yang lebih sadis darimu. Hahahaha..." kata lawan bicaranya. Kemudian, telepon mati sendiri.

Draganold membisu ketakutan sambil menggenggam erat ponselnya.

"Apa kata terapis itu?" tanya Nelson.

"Tidak, itu bukan terapis. Itu pembunuh. Katanya dia akan membunuh dengan cara yang lebih sadis dariku. Apa maksudnya? Berarti... akan ada pembunuhan di sini." sahut Draganold dengan mata melotot ketakutan.

"Kau agen rahasia. Kudengar, kau jago krav maga dan pernah belajar menembak ala sniper. Tembak saja pembunuh itu, mudah bukan?"

"Tentu tidak semudah itu. Aku sudah berjanji tidak akan membunuh siapapun lagi. Aku berjanji tidak akan membunuh lagi! Tapi kurasa, jika kau memang ingin membunuhnya, dia sulit dibunuh. Kurasa, dia bukanlah manusia." kata Draganold. "Sstt... ada suara langkah mendekat. Mungkin dia pembunuh itu. Cepat sembunyi!" 

Carlos memeluk Nelson erat dan bersembunyi di dapur. Ia mematikan lampu dapur. Sementara itu, Draganold bersembunyi di bawah tangga sambil memeluk Dixa seerat mungkin.

"Tenanglah, aku akan melindungimu." kata Draganold.

"Padahal kau yang ketakutan, bukan?" bisik Dixa sambil tersenyum mengejek.

"Sstt... diam! Lihatlah, dia mendekat! Jangan melihat matanya. Peluk aku. Pokoknya jangan lihat dia. Mungkin aku bisa menembak kakinya, lalu aku punya kesempatan untuk menelpon polisi." kata Draganold. Pembunuh itu mendekat. Terlihatlah bayangan hitam dari pintu geser Carlos.

Draganold menyiapkan pistolnya. Dixa memeluk Draganold sambil membenamkan wajahnya ke tubuh Draganold. Nafasnya terengah-engah, jantungnya berdegup kencang. Inilah yang akan ia lakukan. Melawan seorang pembunuh.

SREG...

Pintu geser terbuka. Dixa semakin ketakutan. Air matanya mulai keluar perlahan. Ia memeluk Draganold semakin erat dan menangis.

"Sstt... jangan menangis. Dia akan tahu kita di sini. Peluk saja aku dan jangan lepaskan. Aku juga ketakutan. Lihat, dia sudah berada di ambang pintu ruang santai ini." kata Draganold. Pembunuh itu menyeringai bengis. Mata merahnya menyala dalam kegelapan. "Dia tidak membawa senjata apapun. Mungkin ia menyembunyikannya. Baiklah, saatnya beraksi." kata Draganold sambil mengokang pistolnya.

DOR!

Draganold berhasil menembak kakinya. Pembunuh itu tersungkur ke lantai. Tak lama kemudian, terlihatlah seutas bayangan melompat dari dapur. Bayangan itu menerkam sang pembunuh. Pembunuh itu membela dirinya. Mereka bertarung seru.

"Dixa, Dixa. Aku harus bertindak." kata Draganold. Dixa mengerti. Ia melepaskan Draganold.

DOR!

Draganold meluncurkan tembakan peringatan ke udara. Kemudian, ia mengacungkan pistol.

"Berhentilah bertarung! Kumohon, jangan buat aku membunuh lagi! Tapi setidaknya, kalian harus berhenti! Jangan buat peluru ini meluncur dan mengenai kalian!" seru Draganold.

Di bawah tangga, Dixa juga bertindak. Ia mengambil ponselnya.

"Halo? Polisi? Ya, di sini terjadi keributan. Ada pembunuh masuk ke rumah kakak sepupuku. Kakak sepupuku sedang melawannya. Temanku berusaha menenangkan mereka. Tenanglah, temanku itu seorang agen rahasia. Bisakah kalian segera datang? Baiklah. Dalam perjalanan? Oke. Terima kasih." kata Dixa. Ia menelpon polisi rupanya.

Namun, Carlos dan sang pembunuh tak kunjung berhenti bertarung. Mereka bertarung sampai keluar dari pagar rumah.

"Seseorang harus menghentikannya!" seru Draganold.

"Tenanglah, aku sudah memanggil polisi." sahut Dixa.

"Carlos bisa mati oleh pembunuh itu!" kata Nelson.

Carlos masih bertarung dengan sang pembunuh. Ia telah berubah menjadi serigala besar. Tak lama kemudian, terdengarlah raungan sirine polisi beserta dengan cahayanya yang menyilaukan. 8 unit mobil polisi telah tiba di tempat. Beberapa orang polisi berseragam keluar dari mobil mereka dan mengacungkan pistol kepada Carlos dan sang pembunuh yang tengah bertarung seru.

Salah seorang polisi mendekati Draganold.

"Agen Draganold, apakah pembunuh ini telah membunuh seseorang di rumah ini?" tanya polisi itu.

"Sejauh ini tidak ada pembunuhan." sahut Draganold. Pertarungan itu terhenti sejenak. Dan...

CROT!

Pembunuh itu menusuk sang polisi yang berbicara dengan Draganold dari belakang. Polisi itu tewas seketika.

"Dasar pembunuh!" seru Draganold. Tiba-tiba, Carlos menariknya dari belakang dan menerkamnya.

"Dia adalah musuhku! Dia sangat jahat!" seru Carlos.

"Tadi Carlos pingsan karena ketakutan, dan, ia berubah jadi seperti ini. Alam bawah sadarnya membela diri." kata Nelson.
BERSAMBUNG...

Maaf, ya, up-nya telat banget. Udah dua bulan, lho. Soalnya, kemaren-kemaren itu lagi musim ujian. Sekarang, aku udah selesai UN. Makanya, part ini, aku buat agak panjang. Makasih atas waktunya.

Oh, iya, curhat bentaran, yuk. Si Carlos itu adalah OC aku yang tercinta dan paling aku sukain. Plus, kalian nyadar nggak, sih, kalo hubungan Draganold sama Dixa itu kayak anak SD. Dikit-dikit musuhan, dikit-dikit baikan. Dikit-dikit berantem, dikit-dikit nempel melulu.Mau tahu sejarah ide nama Draganold ini? Tadinya, Draganold itu mau aku namain Maestro, tapi namanya aneh. Akhirnya, aku punya ide untuk nama yang agak rumit. Nama awalnya adalah Draganott, tapi setelah mendengar nama "Arnold", aku punya ide untuk membuat nama dengan embel-embel "nold" di belakangnya. Draganott aku ubah jadi Draganold.

Udah, segitu aja, ya, curhatan-nya! Tunggu part berikutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REVIEW BUKU: HOLY MOTHER BY AKIYOSHI RIKAKO

Judul: Holy Mother Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Genre: mystery, thriller, crime Rating: 4.9/5 Buku yang ...