Sabtu, 30 Maret 2019

REVIEW BUKU: FRIEND ZONE BY VANESA MARCELLA


Review
Judul: friend ZONE
Penulis: Vanesa Marcella
Penerbit: Bentang Pustaka
Genre: fiksi remaja, drama, slice of life, romance
Rating: 2.4/5

Hai! Kembali lagi sama si weirdo yang masih nekat nge-blog wkwkwk. Entah kenapa blog ini isinya jadi review buku. Tapi, gue emang maunya begitu sih. Berhubung akhir-akhir ini gue hobi banget PDKT ama buku-buku cakep yang mejeng di gramed dan perpus sekolah, toh, nggak ada salahnya buat di-review, kan?

Kali ini, gue balik dengan review buku lain yang berjudul “friend ZONE”. Sebenernya, gue udah lama banget beli buku ini. Yep, tepatnya pada akhir tahun 2017. Udah lama banget, kan? Tapi, gue baru review sekarang setelah mengerti jalan ceritanya sepenuhnya, dan tentu saja …

… BESERTA SEMUA KEJANGGALAN YANG ADA DI SINI ….

Nggak percaya? Silakan simak review dari gue. Gue nggak mau tanggung jawab kalo kalian jadi nyesel gara-gara udah beli buku ini wkwkwk. Oke, untuk pembukaan, biar gue ceritain dulu awal mula gue berjodoh dengan buku ini.

Jadi, awalnya temen sekelas gue yang berinisial A bawa buku ke sekolah. Dari cover-nya, kayaknya gue udah tertarik. Usut punya usut, ternyata itu adalah buku friend ZONE yang gue punya saat ini. Waktu itu, bukunya udah dibabat duluan sama temen gue yang berinisial K sebelum gue sempet pinjem.

Nah, pas ada kerja kelompok bareng K dan temen gue yang lainnya, kebetulan si K kerja sambil baca buku friend ZONE ini. Karena tertarik, gue pun membacanya sekilas di bagian klimaksnya. Menurut gue, klimaksnya menarik banget.

“Wah, sialan bener nih si C****s, udah sengaja nabrakin si A**l. Ish!”

“Eh, kayaknya si D***d ganteng juga, ya wkwkwk.”

“Watdehek, ini ada tiga cogan yang bikin gue klepek-klepek loh. F**n, A**l, S****n.”

Gue pun bergumam begitu.

IDENTITAS DAN NAMA TOKOH YANG KENA SENSOR KPI AKAN DI-REVEAL NANTI.
Oke, besok-besok gue beli nih buku, pikir gue demikian.

Selang beberapa hari kemudian, gue pun beneran cabut ke toko buku dan beli buku friend ZONE. Karena, gue pengen punya buku itu sendiri. Setelah beli, gue pun langsung baca bukunya. Setengah baca bareng temen gue, dan setengah lagi baca sendirian di rumah.
Anjiiiiiiirrrrrrr bikin bapeeeeerrrrr gileeeeeee. Bintang lima lah buat buku ini, bapernya nancep ampe ke bool-bool.

Gue hobi banget baca novel itu. Tiap hari gue baca, ampe gue apal setiap kata-kata dan adegannya. Namun, dua tahun kemudian, gue pun baru menyadari kejanggalannya. Mari kita kupas satu per satu dari plot hingga review cerita yang kemungkinan besar bakalan nyelekit.
.
.
.
.
.
Bercerita tentang sepasang sahabat, yakni Abel dan David. Abel dan David sudah bersahabat sedari kecil, dan David sendiri berjanji akan terus menjadi sahabat David selamanya. Namun, mulai beranjak remaja, Abel mulai menyimpan perasaan terhadap David. Perasaan itu selalu timbul ketika David berada di dekat Abel.

Sementara David sendiri tidak pernah peka terhadap Abel dan masih menganggap bahwa Abel adalah sahabatnya. David juga menganggap Abel sama sekali tidak menyukai dirinya. Ketidakpekaan David berimbas pada sakit hati Abel yang Abel pendam dalam-dalam, perasaan yang tidak ia ungkapkan, dan rasa suka yang tak terkatakan lantaran Abel takut hal itu akan menghancurkan persahabatan mereka.

Oke, oke. Tema beginian udah mainstream banget di dunia teenfic Indonesia. Udah menjamur, dan ceritanya gitu-gitu aja. Kadang gue suka herman (baca=heran) sama teenfic remaja yang nggak pernah membahas tema lain selain cinta-cintaan alay yang nggak jelas sama sekali dan bikin gue jijik tujuh puteran.

Inilah yang berhasil membunuh rasa suka gue terhadap teenfic. Dulu, gue suka banget ama teenfic, tapi sekarang gue buang rasa suka itu jauh-jauh. Ngapain liatin orang pacaran nggak jelas? Apa faedahnya buat hidup lo?

Oke, lanjut. Udah cukup nyinyirnya.

Sebenarnya, premis yang ditawarkan cukup menarik. Namun, apa yang gue temukan? Ceritanya begini doang? Udah serius, gitu doang? Haelah.
Mari kita bahas kejanggalan dalam buku ini satu per satu.

Pertama: Sumpah deh ya, gue nggak habis pikir sama orangtuanya Abel. Di cerita ini, Abel dan David tinggal satu kos. Hah? Tinggal satu kos bareng cowok? Please. Kalo kata Abel sih, orangtuanya dia udah percaya banget sama David dan mereka meminta David untuk menjaga Abel. Tapi, walaupun tinggal satu kos bareng, mereka berdua diawasi oleh dua sepupu Abel, yakni Kak Maya dan Kak Richard.

Where’s the logic anyway? Meskipun kamar mereka dipisah––thanks to Vanesa who separate their bedroom. Bayangin aja kalo satu kamar. Nanti malah jadi cerita bokep––, tapi tetep aja nggak menyangkal kemungkinan jika ini ganjil banget. Dan juga, gue heran kenapa David sama sekali nggak memendam gairah seksual terhadap Abel. Meskipun katanya David itu baik banget, tapi coba dipikir-pikir.

Namanya juga cowok. Tinggal satu kos sama Abel udah lama banget. Masa nggak ada gitu hasrat untuk “nganu”? I know, this is kinda explicit. Tapi, nggak ada manusia yang nggak memiliki hawa nafsu, sekalipun itu cewek. Cerita ini seolah nggak memiliki logika, terutama di bagian psikologis.

Kedua: Alur cerita! Ya, gue tau ini alurnya bagus. Kalo alurnya jelek, kenapa bisa masuk jajaran best seller? Kenapa bisa dibaca lebih dari tujuh juta kali di Wattpad?

Oke, gue sangat tertarik dengan alur cerita yang lumayan bikin gue baper, gregetan, dan gemes. Premis yang ditawarkan juga cukup menarik dan sesuai, karena cerita ini ditargetkan untuk remaja. Namun …. Percaya atau nggak, cerita ini masuk kategori “alay” dalam kepala gue. Why? Alangkah lebih baik kalau ceritanya lebih berfokus dengan hubungan Abel dan David yang lebih mendalam. Tapi, di sini hubungan friend zone mereka seolah cuman jadi bumbu doang.

Apa yang gue temukan? Cerita hepi-hepi dan kehidupan hedon ala anak ABG. Abel dan teman-temannya diceritakan adalah anak dari keluarga kaya. Ayah Abel adalah pemilik kos yang ditempatinya bersama David. Bayangin coba, bahkan David, Finn, Steven, Axel, dan Carlos punya mobil sport breh. Ke mana-mana pake mobil sport.

Berlatar belakang dari keluarga kaya sih nggak apa-apa. Tapi, kehidupannya? Abel yang meni-pedi bareng Lunetta, Abel yang makan di restoran western bareng David, Abel yang bolak-balik ke Starbucks bareng David, Finn, Steven, dan Axel, serta mengerjakan tugas bareng Carlos di Starbucks. Apa tempat-tempatnya nggak kurang keren? Seolah-olah itu kantong nggak pernah tipis.

Cerita yang seharusnya bisa dibingkai lebih menarik dengan menggunakan premis tadi, ini malah dipenuhi dengan kehidupan hedon ABG kaya yang kesannya dibikin cuman buat banyak-banyakin halaman doang.

Ketiga: Tokoh David Lucian yang bikin mengerutkan kening. Di sini, dikatakan bahwa Abel menyukai David sejak SMP, tetapi David nggak pernah peka hingga Lunetta memberitahu David tentang perasaan Abel yang sebenarnya. Yang bikin gue bingung adalah, ketidakpekaannya. Banyak yang bilang kalo cowok itu emang nggak peka karena mereka lebih mengandalkan logika ketimbang emosi. Yap, itu memang bener. Tenang, gue juga nggak sepeka cewek lain kok wkwkwk.

Namun, coba pikir sekali lagi. Ada banyak tokoh cowok di sini. David Lucian, Finn, Steven, Axel, dan Carlos Sebastian. Dan dari semua cowok itu, hanya David yang nggak peka, padahal dia yang paling dekat sama Abel. Kenapa bisa begitu? Padahal, semua tokoh cowok itu peka loh kalo Abel suka sama David. Kenapa David nggak?

Dari segi psikologis, tokoh David memang patut dipertanyakan. Sekalipun David adalah cowok, tapi ingat, boys are human too. They DO have a feelings. Rasanya, emosi David agak sumbang, karena dia nggak peka sama sekali. Oh, c’mon. David jadi kayak bukan manusia di sini.

Keempat: Carlos Sebastian looks interesting as an antagonist, but he’s kinda make me confuse. Please, is he a ghost or a human? Tokoh Carlos adalah antagonis utamanya di sini. Sebenernya, menurut gue dia nggak jahat, dia cuman sakit hati. Dan lagi-lagi, menurut gue Carlos ini adalah korban ketidakpekaannya si David. Gimana nggak jadi korban? Katanya, Carlos curhat kalo dia suka sama cewek bernama Chelsea ke David. Tapi, pada akhirnya Chelsea justru pacaran sama David, bukannya sama si Carlos. Korban udah mulai berjatuhan, tapi kenapa David masih segitu santainya?

Oke, bukan itu poin pentingnya. Gue rada bingung sama Carlos. Karena, rata-rata tokoh antagonis di cerita/film itu adalah orang yang selalu muncul (atau paling nggak kehadirannya dapat dirasakan pembaca) dan selalu berusaha menjatuhkan si protagonis. Namun, Carlos? Kemunculannya hilang timbul. Hanya muncul di beberapa saat-saat tertentu, sementara Abel dan David masih bisa hidup tenang meskipun Carlos udah pindah ke sekolah mereka?

Hilang timbul. Datang tak diundang, pulang tak diantar. Kayak Jelangkung. Dia hanya muncul pada saat pindah ke sekolah Abel dan mengerjakan tugas bersama Abel di Starbucks, lalu ketemu dengan Abel saat Carlos meminta Abel menemaninya untuk mencari komik, dan terakhir pas klimaksnya, yakni saat Carlos menabrakkan mobilnya ke pohon bersama Abel untuk membalas dendam ke David melalui Abel.

Abel pernah ngomong ke David kalau Carlos sering neror dan stalking dia lewat medsos, tapi teror itu nggak pernah diungkap sepanjang cerita. Alangkah baiknya kalau teror dari Carlos diungkap sepanjang cerita, biar seru gitu. Lah, orang sepanjang cerita isinya cuman hangout doang, gimana mau nampilin terornya si Carlos coba? Jadi, kesan “stalker bermuka dua” si Carlos nggak nonjol.

Gue tau, nggak semua tokoh antagonis itu adalah ketua cheerleader dan ketua mading yang brengsek, bos mafia yang berbahaya, psikopat yang haus darah, atau pangeran kegelapan bengis yang nggak segan mencabut nyawa siapa pun. Tapi, seenggaknya, tokoh antagonis harus digambarkan lebih menonjol, biar nggak terkesan sebagai tempelan doang.
.
.
.
.
.
Setelah sekian banyak kritik pedas dan gamblang dari gue, sebetulnya gue suka buku ini. Gue baca ini hampir tiap hari. Dan sebetulnya, gue jatuh cinta. Hanya saja, karena ceritanya yang “aneh”, jadi gue rada kurang sreg gitu. Padahal, ceritanya udah bagus, loh.

Gue mengapresiasi penulisnya yang masih muda, tapi udah bisa nerbitin buku best seller begini. Selain itu, sebenernya cerita ini cocok dan cukup recommended bagi para remaja yang mencari sensasi baper. Hanya saja, bagi yang punya jalan pikiran yang rumit dan dalam, gue sangat tidak merekomendasikan buku ini. Bisa-bisa kalian kecewa nantinya.
.
.
.
.
.
Akhir kata, review ini sudah selesai. Gimana? Seandainya cerita ini dibuat lebih menarik, pasti bakalan keren banget. Kapan-kapan, gue akan kembali dengan review lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REVIEW BUKU: HOLY MOTHER BY AKIYOSHI RIKAKO

Judul: Holy Mother Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Genre: mystery, thriller, crime Rating: 4.9/5 Buku yang ...