Judul: Absolute Justice
Penulis: Akiyoshi Rikako
Penerbit: Penerbit Haru
Genre: mystery, thriller, drama
Rating: 4.7/5
Salah
satu buku terbaik yang pernah gue baca. Kenapa? GILA INI CERITA, BIKIN GUE
GONDOK SETENGAH MATI SAMA NORIKO. Siapa itu Noriko? Izinkan gue mengupasnya
satu per satu. Dan seperti biasa––kayak kalian nggak tau kebiasaan gue aja
wkwkwk––gue selalu mengawalinya dengan curhatan gaje.
Awalnya,
gue iseng buka akun bookstagrammer
favorit gue di Instagram. Jalan-jalan melihat review buku, ternyata gue nemu salah satu buku berjudul Absolute
Justice. Katanya rating-nya bagus dan
ceritanya seru. Gue sebetulnya juga dari dulu berniat untuk mengoleksi
buku-buku terjemahan terbitan Haru wkwkwk. Akhirnya, karena tertarik, gue pun
memutuskan untuk membelinya.
Sebetulnya,
gue dibuat bingung di toko buku. Gue mesti beli Absolute Justice atau The Dead
Returns, ya? Sama-sama novelnya Akiyoshi-sensei,
dan udah pasti bagus. Tapi, berhubung Absolute Justice emang murah, jadi gue
beli aja. Gue pun langsung membabat novel itu sampai habis.
Gue
dibikin tertarik dengan judulnya yang “agak” berat dan menarik. Cover-nya juga cantik sekaligus
menakutkan. Kesannya suram gitu. Bahkan, gue aja ampe nggak berani tidur
sendirian malem-malem gara-gara melototin cover-nya
mulu wkwkwk. Sumpah, gue benci banget sama blurb
di belakang bukunya.
Seharusnya monster itu sudah mati….
Blurb-nya
segini doang? Kan taik. Akhirnya, karena penasaran, gue beli juga tuh buku. Blurb apa blurb ini, pelit amat wkwkwk.
Dan
ternyata?
Gue
speechless.
Oke,
sekarang kita akan lanjut mengupas satu per satu ceritanya, mulai dari plot
hingga review.
.
.
.
.
.
Diawali
dengan Kazuki yang merupakan penulis buku non fiksi, mendapat undangan berwarna
ungu. Begitu melihat nama sang pengirim, Kazuki terkejut karena yang
mengirimnya adalah Takaki Noriko, sahabatnya yang sudah ia bunuh lima tahun
silam. Kenapa Noriko bisa mengirim undangan ini, padahal Noriko sendiri sudah
mati?
Bercerita
tentang geng remaja di sebuah sekolah yang terdiri atas empat orang cewek,
yakni Kazuki, Yumiko, Riho, dan Reika. Hingga pada suatu hari, sekolah mereka
kedatangan murid baru bernama Takaki Noriko. Noriko memang bukanlah anak yang
suka bersosialisasi. Dia pendiam dan suka menyendiri.
Pada
akhirnya, keempat cewek itu pun mencoba berteman dengan Noriko. Awalnya, Noriko
adalah anak baik yang mematuhi peraturan. Noriko pernah menolong Kazuki yang
menjadi korban pelecehan seksual dalam bus. Namun, lama kelamaan, mereka
menyadari ada yang tidak beres dengan Noriko.
Saat
mereka beranjak dewasa, Noriko mulai mencampuri urusan pribadi mereka. Yang
awalnya “menolong”, pada akhirnya berubah menjadi teror yang menakutkan. Gue
membaca buku ini dengan kekesalan memuncak disertai keinginan untuk
mencabik-cabik Noriko si monster kebenaran.
Di
Absolute Justice, Noriko digambarkan sebagai perempuan pendiam yang mencintai
kebenaran dan peraturan. Baginya, kebenaran adalah hal terpenting di dunia ini.
Maka, ia menghalalkan segala cara demi tercapainya kebenaran. Tadinya, gue
mikir bahwa Noriko adalah orang baik, sementara Kazuki adalah orang jahat
wkwkwk. Gimana nggak baik? Noriko sudah menegakkan keadilan dengan berbagai
cara. Otomatis, dia dianggap sebagai pahlawan.
Namun,
apakah Noriko harus kaku seperti itu? Dari awal hingga akhir cerita, gue nggak
menemukan secercah perasaan yang berada dalam diri Noriko. Yang ada di pikiran
Noriko hanyalah “benar” dan “salah”, tidak ada sedikit pun perasaan. Ngeselin,
kan?
Btw
apa cuman gue di sini yang langsung ngetes kepribadian MBTI-nya Noriko selama
membaca? Wkwkwk. Menurut gue––nggak tau MBTI-nya bener apa salah, ini cuman
cocoklogi aja––Noriko adalah seorang ISTJ. Itu menurut gue doang ya, kalo
menurut kalian? Tapi, ISTJ di dunia nyata nggak segininya juga kali. Pokoknya,
dia tuh bener-bener monster kebenaran.
//btw,
ISTJ adalah kepribadiannya Carlos Casena, si abang dingin yang sering nampang
di blog ini. Inget dia? Wkwkwk//
Balik
lagi ke plot. Setelah menerima undangan itu, Kazuki dan kawan-kawan langsung
mengadakan pertemuan. Ternyata, ketiga temannya juga menerima undangan itu.
Bagaimana bisa? Noriko, kan, sudah mereka bunuh bersama-sama saat mereka pergi
ke gunung dengan mobil. Usai membunuh Noriko, mayat Noriko diletakkan dalam
mobil dan mobil itu dibuang ke jurang. Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk
mendatangi tempat yang menjadi lokasi acara itu.
Alasan
mereka membunuh Noriko adalah, mereka lelah dengan kebenaran yang sempurna dari
si Noriko. Ya iyalah, gimana nggak kesel coba. Seandainya gue jadi temen
gengnya Kazuki, Yumiko, Riho, dan Reika, mungkin gue bakal menghancurkan Noriko
saat itu juga.
Dan,
tempatnya adalah gunung di mana Noriko dibunuh di sana.
Selesai
ngegosipin Noriko dan membahas plot, sekarang biar gue me-review-nya.
.
.
.
.
.
Gue
salut dengan gaya penulisan Akiyoshi-sensei
yang teramat rapi. Selain itu, terjemahan dari si penerjemah terbilang bagus
dan nggak kaku atau berbelit-belit. Pokoknya, terjemahannya mengalir dan enak
aja gitu dibacanya. Bahasanya juga mudah dipahami kok. Jadi, buat kalian yang
mau baca novel misteri yang bahasanya ringan, Absolute Justice ini patut
dicoba.
Alur
cerita ini maju mundur, tapi nggak bikin pusing, kok. Malahan menarik. Saya
kira seluruh buku ini hanyalah memuat flashback-nya
Kazuki––secara, karena dia adalah orang yang pertama muncul dalam opening cerita––tapi ternyata gue salah.
Ada empat bab dalam buku ini, dan masing-masing bab menceritakan sudut pandang
dari keempat sahabat satu geng itu. Bab satu memuat sudut pandang Kazuki, lalu
kedua Yumiko, ketiga Riho, dan keempat Reika.
Pribadi
gue emang paling kasihan sama Riho sih. Dan, kisahnya si Riho ini emang paling
ngena di hati gue.
Noriko
bahkan mendukung temannya melakukan aborsi, karena aborsi itu nggak melanggar
hukum di Jepang. Meski nggak melanggar hukum, tapi apakah dia setega itu
menyarankan temannya untuk membunuh bayi kecil? BENER-BENER EMANG SI NORIKO
INI, BIKIN ICEMOSHI!
Plot twist-nya
memang diberikan oleh Akiyoshi-sensei,
tapi nggak ngejreng banget. Nggak bener-bener nusuk jantung seperti plot twist-nya Agatha Christie. Tapi, plot twist-nya menegaskan alur cerita
dan membuat gue sadar kalo semua yang disajikan di novel ini hanyalah TIPUAN.
Percaya nggak percaya, gue merasa bahwa cover
bukunya juga merupakan tipuan. Cover
buku di mana Noriko menggenggam bunga gentian.
Dan
yang bikin gue kagum adalah kesimpulan cerita ini. Akiyoshi-sensei berhasil memberikan pertanyaan
yang memunculkan dilema bagi pembacanya.
Apakah kita harus senantiasa
menegakkan kebenaran dan peraturan atau kita bisa memaklumi beberapa kesalahan
kecil demi perasaan orang lain?
Karena
gue ini tipe orang yang rebel alias
pemberontak, jelas gue nggak setuju sama Noriko, tapi nggak bisa ngebantah
juga.
Selama
membaca, muncul beberapa argumen di otak gue untuk melawan Noriko. Namun,
percayalah, kalian bakalan mati kutu dan nggak memiliki argumen sama sekali
untuk melawannya. Karena, sialnya yang dilakukan Noriko itu selalu benar. Kalau
kalian ngelawan dia, berarti kalian salah. Ngeselin, kan?
Bagi
kalian yang mencari plot twist
mengerikan dan bikin nusuk jantung, sebenernya gue kurang merekomendasikan buku
ini. Karena, plot twist-nya nggak
terlalu “wah”, hanya untuk menegaskan cerita. Namun, buku ini
SANGAT-SANGAT-SANGAT DIREKOMENDASIKAN bagi kalian pecinta misteri tanpa
memedulikan apakah plot twist-nya
ngejreng apa kagak.
Btw,
gue mau ngomong. Bagi kalian yang membenci Noriko, itu nggak salah. Tapi,
apakah gue membencinya? Ya. Apakah gue menyukainya juga? YA. Walaupun gue
benci, tapi karakter Noriko yang unik dan dibuat sedemikian rupa oleh Akiyoshi-sensei memang membuat gue speechless. Noriko memang menakutkan,
tapi gue suka karakternya karena dia keren.
Noriko
adalah tokoh antagonis favorit gue. Bahkan, gue lebih menyukai Takaki Noriko
ketimbang Amon a.k.a Noatak dari
Avatar Korra yang pernah jadi antagonis favorit gue sepanjang masa wkwkwk.
Noriko adalah antagonis favorit kedua setelah Johan si psikopat dari serial
Johan karya Lexie Xu yang kece badai.
Sehabis
membaca buku ini, gue bener-bener merinding. Gue jadi takut dengan orang-orang
sekitar gue. Gue jadi mengkhawatirkan segala hal. Dan sebenernya, semua
ketakutan itu adalah karena gue takut bila orang seperti Noriko benar-benar ada
di dunia nyata dan masuk ke kehidupan gue keesokan harinya. Nggak ada yang tau
apa yang bakal terjadi besok. Siapa tau, orang seperti Noriko bakal beneran ada
di kehidupan gue keesokan harinya. Keren sumpah novel ini, bikin gue jadi
merinding sendiri. Gimana seandainya orang macam Noriko ada dalam kehidupan
nyata? Mampus aja kalian wkwkwk.
Oke,
kesimpulannya, kebenaran memang bagus. Tapi, kalo berlebihan, jadi serem juga.
Gue yakin, sekalipun orang yang amat mencintai kebenaran dan keadilan pastinya
nggak setuju dengan Noriko. Siapa juga yang mau mendukung monster kebenaran
yang hanya peduli “benar” dan “salah” tanpa hati?
Orang
paling rasional dan mengandalkan logika juga nggak sedingin Noriko. Mereka juga
punya perasaan. But, Noriko? Orang
paling adil dan mencintai kebenaran pun juga nggak kaku banget kayak Noriko.
Bener, kan?
Buku
ini sangat recommended bagi pecinta
misteri. Dijamin kalian nggak bakal nyesel. Dan, yang ingin mengetahui betapa
mengerikannya “kebenaran yang berlebihan” itu, kalian bisa langsung cek buku
ini.
Inilah
mengapa gue memberikan rating 4.7/5
ya. Bagus, kan, bukunya? Makanya, buruan beli! Nyesel loh kalo nggak baca
wkwkwk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar