“GRAARRHH…”
Deino tak ingin menyerah rupanya.
DOR-DOR-DOR!!!
Baku
tembak kembali terjadi. Timah-timah panas itu terus menembus tubuh Deino tanpa
henti, bagaikan titik-titik air hujan. Tak lama kemudian, Deino melarikan diri.
Ia tak tahan dengan peluru yang terus menghujamnya. Biarpun ia tahan peluru,
api, dan air, tapi tentu ia tak tahan dengan rasa sakit saat peluru-peluru itu
menghujamnya.
SSHH…
“Ah,
kenapa di sini panas sekali?” keluh Draganold. Ia melihat Dixa, Sebas, Rifle,
dan dirinya dari dunia khayalan telah lari tunggang langgang. “Ada apa ini?”
tanya Draganold. Naga itu menoleh keatas. Wajahnya menjadi sangat ketakutan.
Draganold terbaring ketakutan melihatnya. Makhluk mengerikan itu kini berada 5
cm di depannya.
Keringat
mengucur dari tubuh Draganold. Nafasnya terengah-engah. Mungkin, ini adalah
terakhir kalinya ia melihat dunia. Draganold menutup matanya, biarlah makhluk
itu menghabisinya. Tak ada lagi harapan untuk hidup. Dirinya dari dunia
khayalan pasti tak ingin menolongnya. Pastinya, dirinya yang satu lagi akan
membunuhnya.
Carlos
menghilang entah kemana. Padahal, serigala itu adalah rekannya yang hebat.
Namun, sekarang… entahlah apa yang terjadi padanya atau dirinya. Tiba-tiba…
DOR!
“NGAAKK!”
Draganold
membuka matanya. Firedactyl yang hampir menghabisinya kini telah berlalu.
“Aku…
aku selamat!” seru Draganold girang. Pasti ada yang menembak Firedactyl. Tapi,
siapa? Draganold menoleh ke belakang. Seseorang bersembunyi di kolong mobil
panzer. Moncong dari senapan laras panjang mencuat. Senapan itu masih berasap.
Mungkin orang itulah yang menyelamatkan nyawanya. Orang itu memejamkan sebelah
matanya.
Draganold
berbinar. Ia begitu gembira. Orang itu keluar dari kolong panzer.
“Carlos!”
jerit Draganold. Carlos telah menembak Firedactyl dan menyelamatkan Draganold.
“Terima kasih, Carlos…”
“Sama-sama,
Draggie. Yang penting, kau baik-baik saja,” sahut Carlos. Dixa dan lainnya
telah kembali. Carlos kecil dan Sebas kecil mendekati Carlos.
“Diriku…
aku tak punya tempat untuk berlindung. Aku dan Sebas tak bisa kemana-mana.
Deino terus memburu kami,” kata Carlos kecil.
“Oke,
akan kuajak kalian berlindung!” sahut Carlos yang dewasa. Ia mengajak mereka
berdua menuju sebuah mobil pemadam kebakaran. Mobil dari tempatnya bekerja.
Sebas kecil melirik sisi ban mobil itu. Ban itu bertuliskan:
“GANYMEDE”
Salah
satu bulan dari planet Jupiter. Namun, itu bukanlah merk dari ban mobil
tersebut. Carlos mengajak mereka berdua masuk ke dalamnya.
“Berlindunglah.
Jika keadaan tidak memungkinkan, kalian harus membawa Ganymede ke tempat aman,
oke?” kata Carlos.
“Tapi,
kami tak bisa menyetir mobil. Kami… kami masih kecil, Carl,” kata Sebas.
“Tenanglah,
Ganymede tidaklah sulit untuk dikendalikan,” sahut Carlos sambil berlalu pergi.
Sebas dan Carlos kecil tidak mengerti. Carlos kecil iseng menekan tombol
sirine.
NGUAANNGG…
Sirine
berbunyi keras. Tiba-tiba, Firedactyl mendekat.
“Oh,
tidak! Ganymede, lari!!!” jerit Carlos kecil. Ia keluar dari mobil dan
bersembunyi di belakang. Sementara itu, Sebas kecil menyetirnya asal-asalan.
Carlos kecil mengotak-ngatik tombol dan tuas yang ada di belakang. Firedactyl
mengejarnya.
“Tidak!!!”
jerit Sebas. GREEKK… SRAASSHH…
Firedactyl
kewalahan. Tubuhnya basah kuyup, namun ia tetap mengejar. Ternyata, Carlos
kecil tak sengaja telah menaikkan tangga dan menyalakan selangnya. Orang-orang
yang melihatnya menjerti-jerit. Khawatir akan anak-anak polos yang tengah
berada di dalam sebuah mobil. Firedactyl mengejar semakin kencang, dan suasana
semakin tegang. Firedactyl kini ada di atas mobil itu, tapi ia menjauh. Raungan
sirine yang keras memekakan telinganya. Tapi ia tetap mengejar.
“Aahh!”
jerit Sebas dan Carlos kecil. Firedactyl terus mengejarnya.
NGEENNGG…
Suasana
semakin tegang. Sebas tak mengerti, namun ia terus tancap gas. Jarum spidometer
semakin naik.
80
km/h!!!
Mobil
melaju semakin kencang dan menabrak segalanya yang ada di hadapannya. Dixa yang
asli melihat kejadian itu. DUK! Ban belakang melindas sebuah batu kecil.
SRIITT… mobil mengepot.
“Tidak!!!”
jerit Sebas. Sebas tak bisa menghentikan laju mobil itu. Akan tetapi, sebuah
panzer menghalangi jalannya.
DOR-DOR-DOR!
Dixa
menembaki Firedactyl dan sebisa mungkin mencegahnya untuk mengejar Ganymede.
BRAASSHH… percikan api keluar dari ban Ganymede. Gesekan dengan aspal
membuatnya berapi. Tiba-tiba…
WUZZ…
Sebas
dan Carlos kecil berada diatas tubuh seekor kuda hitam. Kuda itu lari
sekencang-kencangnya. Oh, itu Ganymede! Ganymede berubah menjadi seekor kuda!
Ganymede lari sekencang mungkin. Aparat keamanan kembali. Sebagian dari mereka
menembaki Firedactyl.
“NGAAKK! Hahaha… dasar kalian manusia-manusia bodoh… tidak tahu kalian sedang
berhadapan dengan siapa… bodoh!” Firedactyl terlihat berbicara dengan suara
komputernya. Tiba-tiba, keadaan sekitar memanas. Tubuh Firedactyl berasap.
“Rasakan ini, manusia-manusia bodoh!
Hahaha… aku tak peduli! Apakah kalian anak-anak, wanita, atau apapun! Aku tak
peduli! Kodratku bukan hanya menghancurkan komputer, tetapi juga umat manusia,
bahkan hewan dan tumbuhan!” kata Firedactyl. “Aku akan memulainya dari anak-anak sialan
itu,”
BWOSH!
Bola-bola
api super panas ditembakan oleh Firedactyl. Sasaran pertamanya adalah Ganymede.
Namun, kuda hitam itu dengan gesitnya menghindari segala serangan Firedactyl. Dixa
berlari, berusaha mengejar Ganymede. Dixa dari dunia khayalan juga
mengikutinya, tak peduli akan luka-luka yang dibuat oleh Draganold. Dua luka
tusuk, dan satu luka tembak.
Ia
kewalahan mengejar Ganymede. Ganymede melesat secepat mobil. Ia memang mobil
sungguhan. Draganold khayalan itu memata-matai dua Dixa yang tengah berjuang
mengejar Ganymede. Ganymede sendiri berusaha menyelamatkan joki cilik yang
duduk diatas punggungnya. Sementara Firedactyl terus menembakan bola-bola api
tak tentu arah, dan hampir membakar seluruh kota.
“Kita
butuh bom!” seru Dixa yang asli. “Bom apa saja yang ada di sini?”
“Ada
banyak. Bom Molotov, bom C4, bom dinamit, dan… bom nuklir,” sahut Rifle.
“Tidak
ada bom nuklir!”
“Lihatlah
naga merah itu. Kau pikir dia hanya hewan bodoh? Dia senjata, Dixa, dia senjata
kita!” kata Rifle.
“Aku
tak bisa tinggal diam. Jika begini, nyawaku juga akan terancam!” seru
Draganold. Sesaat kemudian, Draganold berubah menjadi seekor naga. Ia membubung
tinggi di langit dan menghadang Firedactyl.
“Apa yang kau lakukan di sini, Naga
Merah?” tanya Firedactyl sengit.
“Huh,
aku sebenarnya ada di pihakmu, yaitu pihak penjahat. Tapi jika kelakuanmu
begini, lebih baik aku menjadi pahlawan saja!” seru Draganold. WUSH! BLAR!
BLAR! BLAR!
Draganold
melesat dengan kecepatan maksimum, 200 knot. Ia juga menyemburkan api nuklirnya
kepada Firedactyl. Firedactyl tampak kesakitan menghadapi campuran uranium dan
plutonium itu. Saat Firedactyl lengah, Draganold mencengkeram sayap Firedactyl.
“Aarrgghh! Hei, Naga Merah! Apa kau tak
kepanasan? Lepaskan aku!” jerit Firedactyl.
“Aku
menyesal kenapa aku tak menempelkan label fireproof di kulitku. Itulah aku,
Draganold si naga yang tahan api!” kata Draganold.
“Hei, Draganold! Lepaskan bosku, atau
kau akan menerima akibatnya!” terdengar
suara komputer yang berat dan mengerikan. Draganold melepaskan cengkeramannya
dan menoleh. Itu suara Deino. “Aku sangat
marah… sangat-sangat-sangat marah melihatmu menyakiti Bos!”
BLAR!
Draganold tak peduli dan meledakan Deino dengan nuklirnya.
“Kurang ajar… kurang ajar, kurang ajar,
kurang ajar!!!” seru Deino. Matanya bertambah merah saat ia
bertambah marah.
“Draggie!!!
Terbang menjauh! Menjauh dari Deino dan Firedactyl! Kau bisa terbunuh!
Menjauhlah!!!” teriak Dixa sambil melambaikan tangannya. Draganold menurut, dan
menjauh dari sana. Namun, Firedactyl berhasil mencengkeram ekor Draganold.
“Lepaskan
aku!” jerit Draganold.
“Tidak akan!” sahut
Firedactyl. Ia menarik Draganold ke belakang. Draganold kembali berubah menjadi
manusia. Tubuhnya mulai merasa kepanasan.
“Aku…
aku tak tahan lagi… ini super panas… lepaskan aku!” kata Draganold. Firedactyl
membanting Draganold ke tanah. Punggungnya terbentur dinding sangat keras.
“Uhuk…
uhuk…” Draganold terbatuk. Lengan kirinya patah. Kini, mulutnya telah basah
oleh darah.
ooo0ooo
Dixa
dari khayalan tengah berjalan. Ia memegangi tangan kirinya yang terluka akibat
tusukan yang dibuat oleh Draganold dalam mimpi dirinya yang asli.
“Ah…
lukaku semakin parah saja… ini… luka ini disebabkan oleh Draganold. Huh, Draganold?
Draganold? Dimana Draganold? Aku harus mencarinya!” kata Dixa. Dixa berlari
mencari Draganold. Tak lama kemudian, ia melihat Draganold yang terpojok di
sebuah dinding toko. Untungnya, toko itu dilindungi bar. Kini, Deino tak lagi
menghancurkannya. Dixa mendekati Draganold. Draganold samar-samar melihat Dixa.
Mungkin
ia pernah melukai Dixa, tapi Dixa tak pernah merasa dendam kepada Draganold.
Dixa tersenyum, walau ada rasa kekhawatiran dari raut wajahnya. Draganold
berusaha membalas senyuman itu. Tapi, apalah daya. Wajahnya terasa kaku.
Seluruh tubuhnya… ia merasa seperti… batu.
“Drag…
kau baik-baik saja? Kau sepertinya terluka sangat parah,” kata Dixa.
“Aku…
aku… aku baik-baik… saja…” sahut Draganold dengan nafas terengah-engah.
“Ayolah,
kita harus ke rumah sakit,”
“Aku
baik-baik saja… sekarang… sekarang kita impas,”
“Impas
apanya?”
“Aku
mungkin pernah menyakitimu… tapi… kini aku yang tersakiti…”
“Kau
luka, bukannya impas,”
“Tidak,
tidak… ini impas, Sayang,”
“Kau…
tidak… jangan tinggalkan aku,” kata Dixa. Wajahnya telah dibanjiri oleh air
mata. Ia menggenggam erat-erat tangan Draganold. Seakan tak ingin kehilangan
musuhnya itu. “Aku tak ingin kehilangan dirimu… aku tak ingin, jangan pergi,
kumohon,” tangis Dixa.
“Aku
tak akan meninggalkanmu… aku akan berusaha… bertahan…” sahut Draganold.
Draganold mengelap darah di mulutnya. Ia berusaha bangkit.
“Jangan,
kau masih sakit, Drag,” mohon Dixa.
“Aku
akan baik-baik saja,” kata Draganold. Ia memaksakan dirinya untuk berdiri.
Draganold melongok keluar bar. Tampak Deino sedang mengamuk habis-habisan
diluar sana. Meraung tanpa henti. Draganold mungkin masih bisa bertarung…
dengan satu tangan. Ia menoleh ke belakang. Retakan tembok bekas hantaman
tubuhnya. Ia meraih patahan tembok. TAK! Patahan itu dilemparkan kepada Deino.
Deino marah dan mendekatinya. Firedactyl mendekatinya juga.
“Woo!
Woo! Ayo, sini! Aku tak takut padamu! Jika kalian emosional, siapa yang bodoh,
hah?!” ejek Draganold. Deino semakin marah. Carlos, Dixa, Sebas, dan Draganold
yang asli mendekati mereka.
“Kalian
melihat Sebas dan Carlos kecil?” tanya Dixa yang asli.
“Tidak,
mungkin sebentar lagi mereka datang. Ganymede tak akan berani pergi terlalu
jauh dari markas, bukan?” sahut Draganold dari khayalan.
“Tentu
saja, Drag. Kecuali, Demon. Demon adalah mobil pemadam kebakaran dari markasku,
dan bersifat seperti kuda liar. Dia pengelana dan suka pergi jauh-jauh. Susah
dibujuk dan buas. Percayalah, menyetir Demon artinya bunuh diri,” sahut Carlos.
HIHEEE…
Terdengar
suara ringkikan kuda. Itu Ganymede! Ganymede berlari ke arah Carlos. DOR! Suara
tembakan juga terdengar. Deino dan Firedactyl teralihkan, dan mereka beruda
mengejar yang menembaknya.
“Ganymede,
Sebas dan Carlos kecil! Kalian selamat!” kata Dixa lega. “Kemana saja kalian?”
“Oh,
Ganymede hanya mencari solar. Kami sempat pergi ke pom bensin. Tapi, pom bensin
itu letaknya jauh dari sini, jadinya lama, deh. Selebihnya kami baik-baik saja,
kok,” sahut Sebas kecil.
“Aku
yakin api di kawasan tadi sudah padam. Teman-temanku pasti sudah kembali ke
markas. Aku harus mengembalikan Ganymede,” kata Carlos. Ganymede kembali
menjadi mobil.
“GRAARRHH…”
Suara
raungan Deino terdengar lebih keras dan nyaring. Deino menampakan dirinya. Oh,
Deino adalah virus yang temperamental, dan akan berubah saat amarah sudah
mencapai puncaknya.
“Oh,
tidak. Deino akan berubah. Dia akan berubah menjadi… Chimerus,” kata Dixa.
Deino bersinar, dan setelah itu ia berubah. Kepala singa, kepala kambing, ekor
ular. Chimera. Ia bertambah kuat dan bertambah sadis. Dan Deino telah berubah
menjadi…
Chimerus.
BERSAMBUNG…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar